BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Jumlah kasus kekerasan seksual dari Januari hingga September terbilang tinggi. Berdasar data dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro, tercatat 13 kasus kekerasan seksual. Rinciannya, tiga kasus pencabulan dan 10 kasus persetubuhan. Usia korbannya, 11 anak di bawah umur dan 2 perempuan dewasa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Bojonegoro Heru Sugiharto mengungkapkan, bahwa kasus kekerasan seksual seperti gunung es. Jadi harus memaksimalkan peran lintas sektor maupun organisasi perangkat daerah (OPD).
“Kami senantiasa koordinasi lintas sektor, melakukan pembinaan, sosialisasi, peningkatan kapasitas kepada semua peran masyarakat dalam mendekatkan pembinaan sensitif preventif pencegahan bahaya narkoba, kenakalan remaja, dan perkawinan anak. Sekaligus memaksimalkan satuan pendidikan ramah anak di sekolah maupun pondok pesantren,” tutur Heru.
Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dari DP3AKB dan polres juga memaksimalkan pembinaan di setiap kecamatan. Juga melibatkan pekerja sosial dari dinas sosial (dinsos) dalam hal penjangkauan serta pendampingan korban kekerasan seksual.
“Selain itu, kami fokus menyosialisasikan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan melibatkan PKK, Saka Pramuka, Forum Anak, PIK-R, Bina Keluarga Remaja, dan komunitas remaja lainnya. Juga sinergi di dalam penguatan regulasi bersama pihak-pihak terkait,” jelasnya.
Heru berharap apabila sudah sah raperdanya, bisa lebih maksimal ke depannya dalam menekan angka kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. “Tapi kan melalui proses hukum terhadap para pelaku kekerasan seksual tentu tetap berjalan,” imbuhnya.
Selanjutnya, DP3AKB juga sedang proses membentuk UPTD Pusat Pelayanan Perempuan dan Anak (P3A) guna memaksimalkan pendampingan secara menyeluruh. “Saat ini kami sudah menyampaikan nota dinas untuk pembentukan UPTD P3A,” bebernya. (bgs/msu)