23.1 C
Bojonegoro
Wednesday, May 31, 2023

Dilema Penjual Fashion Impor Bekas di Lamongan

Penjualan Terimbas, Rerata Barang dari Luar Provinsi

- Advertisement -

LAMONGANRadar Lamongan – Larangan menjual fashion impor bekas seperti sepatu, celana, jaket, dan kaus makin ketat tahun ini. Sejumlah pedagang mengeluh. Sebab, larangan tidak hanya dari Menteri Perdagangan, tapi juga dari Presiden dan Kapolri. Sementara untuk pakaian bekas sendiri sebenarnya sudah ada sejak lama dan memiliki pasarnya sendiri.

 

Meski begitu, hingga kini belum ada operasi fashion impor bekas di Lamongan, seperti yang terjadi di kota-kota besar. Pada pedagang rerata mendapatkan barang impor bekas dari luar provinsi. Salah satu penjual sepatu impor bekas di Lamongan, Heri mengaku, untuk sepatu ini banyak diminati. Khususnya brand tertentu seperti Nike. Biasanya pembeli akan kembali ketika mereka merasa cocok dengan barang yang dimiliki sebelumnya.

 

Menurut dia, untuk sepatu memang ori tapi bekas pakai. Sehingga, harganya juga menyesuaikan dengan kondisi sepatu. Misalnya kalau kondisi masih mulus dan warnanya cerah bisa dijual dengan harga antara Rp 150 ribu hibgga Rp 450 ribu per pasang. Bahkan untuk sepatu bola dengan merek tertentu harganya bisa mencapai Rp 1,8 juta per pasang.

- Advertisement -

 

”Alhamdulillah untuk penjualan masih lancar, meski kadang konsumen hanya datang dan bertanya tapi besoknya kembali untuk membeli,” ujarnya.

 

Sementara pecinta thrift shop (barang bekas) tidak hanya dalam bentuk sepatu, tapi banyak juga yang berburu pakaian. Mulai dari kaus, celana, sweater, hingga hoodie. Jatmiko misalnya, sudah menggeluti bisnis thrift shop sejak Tahun 2018. Sebelumnya dia hanya menjual secara online karena belum memiliki toko. Sekarang sudah ada toko, konsumen semakin mudah ketika ingin berbelanja.

 

Dia mengatakan, terkait isu mengenai dampak menggunakan thrift shop tahun ini memang lebih besar dibanding sebelumnya. Namun, konsumen juga pintar, sehingga mereka memiliki cara khusus untuk memastikan pakaian yang digunakan aman.

”Kita menjualnya juga tidak asal, jadi konsumen sudah teredukasi bagaimana seharusnya melakukan perawatan pakaian thrift ini,” imbuhnya.

 

Jatmiko menuturkan, untuk pakaian bekas juga memiliki grade berbeda. Untuk grade A misalnya, kualitasnya cukup bagus dan merek tertentu yang banyak diburu. Biasanya dijual dengan harga di atas Rp 100 ribu per potong, grade B dijual mulai harga Rp 70 ribu, kemudian grade C dijual mulai harga Rp 50 ribu per potong. Setiap pakaian memiliki kualitas berbeda, dan biasanya disesuaikan dengan tingkat kerusakan dan mereknya.

 

”Semakin bagus barang dan mereknya tentu harganya juga menyesuaikan,” ucapnya.

 

Terpisah, pemilik thrift shop lain, Rusdi menambahkan, adanya isu mengenai larangan menjual atau membeli pakaian second tentu berdampak pada penjualan. Apalagi selama Ramadan ini, pasti akan terlihat bedanya. Padahal, banyak dari teman-teman yang hidupnya bergantung pada penjualan pakaian second ini. Mereka bisa bekerja karena membantu berjualan pakaian second. Harapannya ada solusi yang terbaik untuk para thrift shop.

 

”Banyak hidup yang bergantung dari sini, mudah-mudahan kita juga diberikan kesempatan,” tambahnya. (rka/ind)

LAMONGANRadar Lamongan – Larangan menjual fashion impor bekas seperti sepatu, celana, jaket, dan kaus makin ketat tahun ini. Sejumlah pedagang mengeluh. Sebab, larangan tidak hanya dari Menteri Perdagangan, tapi juga dari Presiden dan Kapolri. Sementara untuk pakaian bekas sendiri sebenarnya sudah ada sejak lama dan memiliki pasarnya sendiri.

 

Meski begitu, hingga kini belum ada operasi fashion impor bekas di Lamongan, seperti yang terjadi di kota-kota besar. Pada pedagang rerata mendapatkan barang impor bekas dari luar provinsi. Salah satu penjual sepatu impor bekas di Lamongan, Heri mengaku, untuk sepatu ini banyak diminati. Khususnya brand tertentu seperti Nike. Biasanya pembeli akan kembali ketika mereka merasa cocok dengan barang yang dimiliki sebelumnya.

 

Menurut dia, untuk sepatu memang ori tapi bekas pakai. Sehingga, harganya juga menyesuaikan dengan kondisi sepatu. Misalnya kalau kondisi masih mulus dan warnanya cerah bisa dijual dengan harga antara Rp 150 ribu hibgga Rp 450 ribu per pasang. Bahkan untuk sepatu bola dengan merek tertentu harganya bisa mencapai Rp 1,8 juta per pasang.

- Advertisement -

 

”Alhamdulillah untuk penjualan masih lancar, meski kadang konsumen hanya datang dan bertanya tapi besoknya kembali untuk membeli,” ujarnya.

 

Sementara pecinta thrift shop (barang bekas) tidak hanya dalam bentuk sepatu, tapi banyak juga yang berburu pakaian. Mulai dari kaus, celana, sweater, hingga hoodie. Jatmiko misalnya, sudah menggeluti bisnis thrift shop sejak Tahun 2018. Sebelumnya dia hanya menjual secara online karena belum memiliki toko. Sekarang sudah ada toko, konsumen semakin mudah ketika ingin berbelanja.

 

Dia mengatakan, terkait isu mengenai dampak menggunakan thrift shop tahun ini memang lebih besar dibanding sebelumnya. Namun, konsumen juga pintar, sehingga mereka memiliki cara khusus untuk memastikan pakaian yang digunakan aman.

”Kita menjualnya juga tidak asal, jadi konsumen sudah teredukasi bagaimana seharusnya melakukan perawatan pakaian thrift ini,” imbuhnya.

 

Jatmiko menuturkan, untuk pakaian bekas juga memiliki grade berbeda. Untuk grade A misalnya, kualitasnya cukup bagus dan merek tertentu yang banyak diburu. Biasanya dijual dengan harga di atas Rp 100 ribu per potong, grade B dijual mulai harga Rp 70 ribu, kemudian grade C dijual mulai harga Rp 50 ribu per potong. Setiap pakaian memiliki kualitas berbeda, dan biasanya disesuaikan dengan tingkat kerusakan dan mereknya.

 

”Semakin bagus barang dan mereknya tentu harganya juga menyesuaikan,” ucapnya.

 

Terpisah, pemilik thrift shop lain, Rusdi menambahkan, adanya isu mengenai larangan menjual atau membeli pakaian second tentu berdampak pada penjualan. Apalagi selama Ramadan ini, pasti akan terlihat bedanya. Padahal, banyak dari teman-teman yang hidupnya bergantung pada penjualan pakaian second ini. Mereka bisa bekerja karena membantu berjualan pakaian second. Harapannya ada solusi yang terbaik untuk para thrift shop.

 

”Banyak hidup yang bergantung dari sini, mudah-mudahan kita juga diberikan kesempatan,” tambahnya. (rka/ind)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/