LAMONGAN, Radar Lamongan – Jumlah gelandangan, pengemis, dan anak jalanan cukup tinggi. Dalam setahun, terjaring 114 penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang diterima oleh Dinas Sosial (Dinsos) Lamongan. Rinciannya sebanyak 28 gelandangan, 38 pengemis, 24 anak jalanan, dan sisanya orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang tidak diketahui identitasnya.
Kabid Rehabilitasi Sosial (Rehsos) Dinsos Lamongan Agus menuturkan, tahun ini ditargetkan operasi penyakit masyarakat (pekat) menjaring sebanyak 60 PMKS. Realitanya jumlah yang terjaring hampir dua kali lipat lebih banyak.
ODGJ tanpa identitas merupakan kiriman dari Surabaya dan Jogjakarta. Yakni, ODGJ yang terjaring dimasukkan ke rumah sakit jiwa (RSJ). Dalam prosesnya baru bisa diketahui asalnya. Nah, ODGJ yang mengaku dari Lamongan, langsung dikomunikasikan dengan Dinsos Lamongan.
‘’Jadi, ini perlu disembuhkan dulu agar bisa bicara. Setelah mengingat namannya, baru proses penelusuran rumahnnya. Kemudian meneruskan ke kadesnya,’’ ucap Agus, sapaan akrabnya.
Gelandangan, pengemis, dan anak jalanan dijaring di dalam daerah. Masyarakat yang masuk dalam kategori disfungsi sosial tersebut dibina oleh Dinsos Lamongan. Bagi yang usianya masih produktif diikutkan pelatihan.
‘’Maka saya kirim pelatihan enam bulan, diasramakan, setelah itu bisa mendapat sertifikat dan dapat alat gratis,’’’ ujarnya.
Agus berharap, perlu ada perda larangan memberi pengemis di perempatan lampu merah. Hal itu nantinya bisa menekan penyakit sosial di masyarakat. Sebab, diakuinya, di sejumlah kota besar sudah menerapkan.
‘’Mungkin Insy Allah dengan itu nanti bisa mengurangi,’’ terangnya. (sip/ind)