LAMONGAN, Radar Lamongan – Di awal tahun ini, kasus perceraian di Kota Soto masih cukup tinggi. Bulan lalu, Pengadilan Agama (PA) Lamongan menerima pengajuan 365 perkara cerai. Pengajuan cerai gugat mendominasi. Yakni sebanyak 266 perkara istri menuntut cerai suaminya. Sebaliknya, suami yang mengajukan talak sebanyak 99 perkara.
Sedangkan, perkara perceraian masih dipicu faktor ekonomi, yang mencapai 76 perkara. Perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebanyak 60 perkara. Sisanya disebabkan selingkuh, mabuk, dan judi.
‘’Bedanya cerai gugat tidak pakai ikrar, kalau talak ini harus ikrar. Dari banyak factor (penyebab, Red), ada ekonomi, cekcok, dan lain-lain,’’ tutur Panitera Muda Hukum PA Lamongan, Mazir kepada Jawa Pos Radar Lamongan, kemarin (19/2).
Mazir mengamati, ekonomi menjadi faktor terbesar dalam keretakan biduk rumah tangga. Pemicunya bermacam-macam, yakni ada yang terkena PHK hingga kesulitan mencari pekerjaan. Selain itu, beberapa memiliki pekerjaan, tapi penghasilannya tidak mencukupi. Sehingga, kerap memicu pertengkaran antara suami dan istri.
‘’Untuk yang bercerai ini kisaran umur 30 tahun sampai 45 tahun. Itu yang mendominasi. Rata-rata sudah punya anak,’’ ucap Mazir.
Disinggung lebih banyak istri yang menggugat cerai. Mazir menuturkan, rerata pihak perempuan merasa tersakiti, karena tidak dinafkahi atau lainnya. Hal itu yang membuat istri mengajukan cerai gugat. ‘’Jadi sebenarnya perlu dibicarakan baik-baik,’’ imbuhnya.
Mazir mengungkapkan, ada kasus perceraian yang sebenarnya dipicu hal kecil. Pemicunya karena masalah masakan yang tidak cocok. Akhirnya terjadi perselisihan terus-menerus. ‘’Karena pemicunya kecil jadi besar,’’ ucapnya.
Mazir mengku sudah berupaya melakukan mediasi terhadap pasangan yang mengajukan cerai gugat maupun cerai talak. ‘’Mencegah lewat mediasi, mengarahkan kepada yang baik, dan mengingatkan hubungan sebelumnya,’’ terangnya. (sip/ind)