LAMONGAN, Radar Lamongan – Musim penghujan mempengaruhi produksi garam. Salah satu petani garam di Brondong, Arifin membenarkan, produksi garam masih melandai. Intensitas hujan tinggi disertai angin, membuat proses produksi garam tidak bisa maksimal. Yakni tidak sampai 10 ton per bulan, khusus lahan pertanian garam prisma. Sedangkan, sejumlah petani garam manual belum bisa produksi.
‘’Kalau garam prisma bisa produksi setiap bulan, tapi sekarang tidak maksimal, karena hujan setiap hari,’’ tuturnya kepada Jawa Pos Radar Lamongan, kemarin (12/3).
Arifin menjelaskan, untuk petani manual puncak panen terjadi saat musim kemarau. Sedangkan, saat musim penghujan biasanya baru menyimpan bahan baku air garam. Terkait harga, Arifin mengakui, produksi yang turun menyebabkan harga melambung. Garam industri misalnya, kini dibanderol Rp 5 ribu per kilogram (kg). Sedangkan produksinya dibeli Rp 4 ribu per kg.
‘’Alhamdulillah masih dibeli Rp 4 ribu. Semoga bisa meringankan beban petani garan prisma,’’ ucapnya.
Harga garam dalam beberapa waktu terus mengalami kenaikan. Arifin mengatakan, akhir tahun lalu harga garam sudah Rp 3 ribu per kg. Meski saat masa panen harga garam manual hanya di angka Rp 1.000 per kg. Namun, terus naik sampai sekarang di angka Rp 4 ribu per kg.
Menurut dia, cuaca sangat berdampak pada produksi panen petani. Pengalaman puncak panen tahun lalu, selama periode 110 hari mampu panen mencapai 100 ton per hektare. Tahun lalu, saat puncak panen hanya 15 ton, untuk garam manual. Sebaliknya, untuk garam prisma tetap terdampak, tapi tidak seperti yang manual.
‘’Pasti terdampak, tapi kita tetap bisa panen setiap bulannya,’’ terangnya. (rka/ind)