LAMONGAN, Radar Lamongan – Kura-kura sulcata kini cukup populer dikalangan para pecinta hewan karena memiliki banyak keunikan. Hewan asal Afrika Utara itu memiliki keunikan corak warna dan tonjolan pada cangkangnya. Selain itu, tekstur kulitnya bergerigi yang berbeda dengan kura-kura pada umumnya.
Sebagai hewan yang berasal dari Gurun Sahara, kura-kura sulcata justru membutuhkan cuaca panas dan tergolong kura-kura darat. Wartawan koran ini mengenal lebih dalam tentang kura-kura sulcata dari salah satu dokter hewan di Lamongan drh Akbar Noercholis.
Akbar Noercholis membedakan ukuran kura-kura sulcata menjadi tiga. Yakni kecil berukuran 5 cm hingga 8 cm, remaja berukuran 17 cm, dan dewasa memiliki ukuran yang cukup jumbo. Sebab, sulcata merupakan kura-kura terbesar ketiga di dunia. Untuk makanan cenderung tidak terlalu rewel. Hanya diberikan makan sayur dan buah yang mudah dicerna Setiap pagi, si herbivora tersebut harus dijemur untuk menjaga sistim metabolisme tubuhnya. Akbar Noercholis menjelaskan, perawatan kura-kura sulcata gampang-gampang susah.
‘’Untuk perawatan kura-kura kecil lebih susah. Sebab untuk perawatannya harus dijemur setiap pagi sekitar tiga jam,” tutur dokter hewan berusia 28 tahun tersebut.
Selain itu, ketika merawat harus menyiapkan kandang khusus dengan pencahayaan UVA dan UVB. Tujuannya agar mampu beradaptasi dengan lingkungan, serta hal itu dapat meminimalisasi kura-kura sulcata tidak rentan sakit. Semakin besar ukurannya, maka penyinaran menggunakan UVA dan UVB juga dikurangi.
Pecinta hewan di Indonesia harus lebih ekstra ketika musim hujan. Apalagi ketika pada pagi hingga siang hari diselimuti mendung. Maka penjemuran mengandalkan sinar UVA dan UVB dari lampu sepenuhnya. Lampu yang digunakan tidak bisa sembarangan. Akbar Noercholis mengatakan, masih banyak yang menggunakan lampu bolam. Padahal, diakuinya, panas dari lampu bohlam kurang mencukupi kebutuhan kura-kura sulcata.
‘’Untuk UVA dan UVB lampu harus dengan kapasitas 25 watt atau 40 watt.,” imbuh dokter hewan berdomisili di Perumahan Graha Indah di Desa Tambakrigadung, Kecamatan Tikung tersebut.
Akbar Noercholis mengakui kura-kura sulcata rentan berbagai macam penyakit. Seperti tidak bisa buang air besar (BAB), pilek, nafsu makan turun, dan luka di kaki. Penjemuran dan panas dari lampu menjadi faktor penting mencegah penyakit tersebut.
‘’Misalnya saat suhu dingin maka menyebabkan pilek. Lendirnya menutupi hidung dan akhirnya susah nafas, matanya berair, yang akhirnya tidak bisa makan,” imbuhnya.
Sedangkan, untuk luka di kaki disebabkan tempat berpijak yang salah. Menurut dia, hal itu terjadi karena si pemilik tidak memerhatikan alas dari kandang kura-kura sulcata. Luka di kaki biasanya terlihat saat kura-kura jalan agak pincang. Dia mengatakan, antisipasinya dengan memberikan alas berupa karpet agak lembut. ‘’Kandang kura-kura sulcata harus dibersihkan setiap hari,’’ ujarnya.
Karena semakin populer, membuat harga kura-kura sulcata cukup fantastis. Harga kura-kura sulcata berkisar antara Rp 800 ribu hingga Rp 1,2 juta untuk ukuran 6 cm. Sedangkan ukuran 17 cm hingga 18 cm sekitar Rp 3 juta. Nah, yang paling mahal lagi kura-kura sulcata dewasa yang harganya mencapai puluhan juta rupiah.
‘’Kalau betina itu pada tempurung bawah relatif rata. Sedangkan jantan lebih terdapat cekungan di tempurung,” terangnya. (sip/ind)