BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Penerapan pendidikan inklusif belum terwujud di Bojonegoro. Belum ada sekolah menerapkannya. Pendidikan inklusif Bojonegoro hanya bertahan tiga tahun, sejak dikeluarkan surat keputusan (SK) penyelenggaraan pendidikan khusus pada 2016. Kini, siswa berkebutuhan khusus diarahkan belajar di sekolah luar biasa (SLB).
Hilangnya pendidikan inklusif ini karena tidak terpenuhinya sumber daya manusia (SDM). Padahal, pendidikan inklusif memberi kesempatan sama kepada semua siswa, termasuk pelajar kebutuhan khusus mengikuti pembelajaran dalam satu lingkup sekolah.
‘’Karena tidak terpenuhi sarana pendidikannya. Dalam artian guru pendamping. Kalau hanya satu tidak bisa mendatangkan guru. Beda kalau ada lima siswa bisa mendatangkan guru dari sekolah luar biasa (SLB),” kata Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Bojonegoro, Suyanto kemarin (27/12).
Sekolah diminta menerapkan pendidikan inklusif berdasar amanat pasal 5 ayat (1) dan (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yakni, setiap warga negara mempunyai hak sama memperoleh pendidikan bermutu dan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau social berhak memperoleh pendidikan khusus.
Juga, diperkuat pasal 10 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009, pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan ditunjuk menyelenggarakan pendidikan inklusif.
Suyanto mengatakan, pendidikan inklusif ditujukan semua sekolah negeri di Bojonegoro. Namun, saat ini penerapannya masih nihil. ‘’Sempat ada di SMPN 7 Bojonegoro satu peserta didik. Setelah itu tidak ada,’’ jelasnya.
‘’Kalau dari dinas didukung fasilitasnya. Jadi, saat ini kami hanya memberi rekomendasi bagi orang tua atau wali siswa menyekolakan anaknya di SLB,” lanjut dia. (yna/rij)