BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Target pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB) dan alokasi dana desa (ADD) adalah dua hal yang berbeda. Keduanya tidak bisa dikaitkan. Karena itu, Pemkab Bojonegoro didesak mencairkan ADD meskipun target PBB di desa belum tercapai.
‘’Ini tidak bisa disamakan. Juga tidak ada kaitannya,’’ tutur Wakil Ketua Komisi B DPRD Sigit Kushariyanto kemarin (22/10). Diberitakan sebelumnya, ada 60 kades dan aparatur desanya belum gajian karena ADD belum cair. Para Kades dan aparatur hingga mengadu ke DPRD.
ADD adalah hak desa. Sedangkan, penarikan PBB bukan tugas pokok aparatur pemerintah desa. Itu adalah tugas tambahan diberikan pemkab. Sehingga, saat target PBB tidak terpenuhi, tidak ideal jika ADD tidak dicairkan.
Permasalahan PBB di desa memang kompleks. Ada sebagian lahan di desa yang wajib pajaknya masih tercatat bukan warga setempat. Itu terjadi karena pemilik lahan menjual belum mengurus mutasi pajaknya. Sehingga, masih tercatat wajib pajak lama.
Terkait hal itu, lanjut Sigit, badan pendapatan daerah (bapenda) harus melakukan pendataan ulang. Apalagi beberapa waktu lalu sudah dilakukan PTSL (pendaftaran tanah sistematis lengkap). Sehingga, data-data wajib pajak bisa diketahui. ‘’Pemkab harus koordinasi dengan BPN terkait hal ini,’’ jelasnya.
Tidak cairnya ADD ini akan membuat kinerja pemerintahan desa terganggu. Dalam ADD itu ada gaji kepala desa (kades) dan perangkat desa. Sehingga, pencairan ADD itu mendesak dilakukan. ‘’Meskipun PBB belum lunas,’’ jelasnya.
Menurut Sigit, desa diperbolehkan membantu pemkab menagih PBB. Namun, itu sifatnya hanya membantu. Bukan tugas wajib. Sehingga, jika target tidak tercapai, maka tidak ada sanksi bagi pemdes. ‘’ADD harus tetap cair,’’ tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Bojonegoro Nurul Azizah saat dikonfirmasi terkait hal itu kemarin masih belum memberikan jawaban. Saat dikonfirmasi via ponselnya belum dijawab. (zim/rij)