25.5 C
Bojonegoro
Thursday, March 23, 2023

Warga Kesulitan Akses Menuju SMA

Tiga Dusun Desa Soko Rerata Lulusan SD dan SMP

- Advertisement -

BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Desa Soko, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro, merupakan salah satu desa terpencil berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk. Lokasinya berada di tengah hutan.

 

Berdasar Google Maps dari perkotaan menuju Desa Soko, durasi waktunya sekitar 1 jam. Hanya, menuju ke dusun-dusun Desa Soko, butuh perjuangan. Akses melewati perbukitan dan hutan.

 

Desa Soko memiliki enam dusun. Yakni Dusun  Soko, Dusun Guyangan, Dusun Sumberpoh, Dusun Sekonang, Dusun Glingsem, dan Dusun Sekidang. Masyarakat di tengah hutan ini ternyata akses pendidikannya masih rendah. Kabupaten Bojonegoro dengan APBD menembus Rp 7 miliar, ternyata belum bisa menjangkau kemudahan untuk bersekolah.

- Advertisement -

 

Jawa Pos Radar Bojonegoro berkunjung ke Dusun Sekonang, awal Februari lalu. Perkampungan di tengah hutan dan jauh dari kecamatan. Harus sabar dengan akses jalannya. Terkadang menemui jalan berlumpur. Bahkan, sampai motor terjebak kubangan lumpur.

 

Di antara enam dusun tersebut, terdapat tiga dusun memiliki angka pendidikan rendah. Dusun Sekidang rerata masyarakatnya lulusan sekolah dasar (SD). Dusun Sekonang dan Dusun Glingsem rerata masyarakatnya lulusan sekolah menengah pertama (SMP). Hal tersebut dipengaruhi jauhnya jarak sekolahan dan rendahnya kesadaran masyarakat.

 

Kepala Desa (Kades) Soko Mochamad Johan Hariyoko mengatakan, untuk Dusun Soko, Dusun Guyangan, dan Dusun Sumberpoh banyak yang lulusan sekolah menengah atas (SMA) sederajat. Di Dusun Glingsem meski banyak lulusan SMP, tapi juga ada lanjut strata satu (S-1) dan strata dua (S-2).

 

‘’Desa Soko sudah ada SMP. Tapi, kalau untuk SMA kebanyakan sekolah di kecamatan,’’ ujarnya awal Februari lalu.

Parsi salah satu warga Dusun Sekonang mengatakan, rerata masyarakat hanya lulusan SMP. Kebanyakan memutuskan untuk lanjut SMA hanya dari kalangan orang mampu saja. Karena jarak antara desa dengan sekolahan jauh. Sehingga butuh pengeluaran membeli bahan bakar minyak (BBM) yang lumayan setiap harinya.

 

‘’Biasanya setelah lulus SMP segera kerja membantu orang tua di ladang. Banyak juga pilih menikah,’’ bebernya.

 

Selain faktor ekonomi, kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan juga memengaruhi rendahnya angka lanjut sekolah di ketiga dusun tersebut. (ewi/rij)

BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Desa Soko, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro, merupakan salah satu desa terpencil berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk. Lokasinya berada di tengah hutan.

 

Berdasar Google Maps dari perkotaan menuju Desa Soko, durasi waktunya sekitar 1 jam. Hanya, menuju ke dusun-dusun Desa Soko, butuh perjuangan. Akses melewati perbukitan dan hutan.

 

Desa Soko memiliki enam dusun. Yakni Dusun  Soko, Dusun Guyangan, Dusun Sumberpoh, Dusun Sekonang, Dusun Glingsem, dan Dusun Sekidang. Masyarakat di tengah hutan ini ternyata akses pendidikannya masih rendah. Kabupaten Bojonegoro dengan APBD menembus Rp 7 miliar, ternyata belum bisa menjangkau kemudahan untuk bersekolah.

- Advertisement -

 

Jawa Pos Radar Bojonegoro berkunjung ke Dusun Sekonang, awal Februari lalu. Perkampungan di tengah hutan dan jauh dari kecamatan. Harus sabar dengan akses jalannya. Terkadang menemui jalan berlumpur. Bahkan, sampai motor terjebak kubangan lumpur.

 

Di antara enam dusun tersebut, terdapat tiga dusun memiliki angka pendidikan rendah. Dusun Sekidang rerata masyarakatnya lulusan sekolah dasar (SD). Dusun Sekonang dan Dusun Glingsem rerata masyarakatnya lulusan sekolah menengah pertama (SMP). Hal tersebut dipengaruhi jauhnya jarak sekolahan dan rendahnya kesadaran masyarakat.

 

Kepala Desa (Kades) Soko Mochamad Johan Hariyoko mengatakan, untuk Dusun Soko, Dusun Guyangan, dan Dusun Sumberpoh banyak yang lulusan sekolah menengah atas (SMA) sederajat. Di Dusun Glingsem meski banyak lulusan SMP, tapi juga ada lanjut strata satu (S-1) dan strata dua (S-2).

 

‘’Desa Soko sudah ada SMP. Tapi, kalau untuk SMA kebanyakan sekolah di kecamatan,’’ ujarnya awal Februari lalu.

Parsi salah satu warga Dusun Sekonang mengatakan, rerata masyarakat hanya lulusan SMP. Kebanyakan memutuskan untuk lanjut SMA hanya dari kalangan orang mampu saja. Karena jarak antara desa dengan sekolahan jauh. Sehingga butuh pengeluaran membeli bahan bakar minyak (BBM) yang lumayan setiap harinya.

 

‘’Biasanya setelah lulus SMP segera kerja membantu orang tua di ladang. Banyak juga pilih menikah,’’ bebernya.

 

Selain faktor ekonomi, kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan juga memengaruhi rendahnya angka lanjut sekolah di ketiga dusun tersebut. (ewi/rij)

Artikel Terkait

Most Read

Utamakan Track Menikung Dulu

Sepuluh Bulan, Temukan 217 ODHA Baru

Kapal Terbakar, 16 ABK Dievakuasi

Artikel Terbaru

Suka Mewarnai Pemandangan

Terungkap saat Disel Dijual di FB

Amankan Dua Motor tak Standar

Pikap v Motor, Bapak – Anak Tewas


/