BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Sebanyak enam sekolah satu atap (satap) atau sekolah gabungan antara Sekolah Dasar (SD) dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada dalam satu lokasi.
Sekolah-sekolah tersebut di antaranya SD dan SMPN Satap Kesongo, Kecamatan Kedungadem; SD dan SMPN Satap Bobol, Kecamatan Sekar; SD dan SMPN Satap Sugihwaras, Kecamatan Ngraho; dan SD dan SMPN Satap Turi, Kecamatan Tambakrejo.
Kemudian SD dan SMPN Satap Clebung, Kecamatan Bubulan; serta SD dan SMPN Satap Soko, Kecamatan Temayang. Sekolah satap rata-rata di daerah pinggiran atau perbatasan.
Sekretaris Dinas Pendidikan Suyanto mengatakan, di sekolah-sekolah satap tenaga pendidik atau gurunya campur. Sehingga guru SMP bisa mengajar SD, begitupun sebaliknya. Bukan hanya guru, tapi kepala sekolah (Kepsek) juga hanya ada satu. ‘’Kepsek SD juga menjadi Kepsek SMP,’’ ujarnya.
Dia menambahkan, perjuangan guru-guru di sekolah satap sangat luar biasa. Selain jarak tempat mengajarnya jauh. Beberapa guru di sekolah satap terkadang sampai harus menghampiri para siswanya di rumah masing-masing untuk mengajar. ‘’Sekolahnya di rumah, jadi gurunya yang mengunjungi siswa,’’ bebernya.
Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan kurangnya niat untuk bersekolah memengaruhi semangat siswa untuk datang ke sekolah.
Para siswa di sekolah satap banyak yang malas untuk datang ke sekolah. Jumlahnya juga sedikit. Sehingga terkadang guru mengajar dari rumah siswa. ‘’Di beberapa satap masuknya tidak setiap hari. Tidak seperti sekolah-sekolah pada umumnya,’’ jelasnya.
Guru-guru di sekolah satap tidak setiap hari masuk. Beberapa sekolah satap menjadwal gurunya agar bisa bergantian dalam mengajar.
Hal tersebut karena jarak sekolah dengan rumah guru yang cukup jauh. Selain itu, akses menuju daerah-daerah pinggiran tersebut juga tidak mudah.
‘’Gurunya tidak semua masuk setiap hari. Guru yang tidak masuk akan digantikan oleh guru lain,’’ ujar Faizal salah satu siswa di Sekolah Satap Bojonegoro.
Dia menambahkan, ada juga guru yang jarang masuk, terutama guru-guru yang sudah lumayan tua. Tapi, sering ada guru lain yang menggantikan. Beberapa kelas di sekolah satap juga digabung. Selain karena muridnya yang sedikit, kekurangan ruang kelas juga menjadi alasannya. ‘’Kelas 3 dan kelas 4 digabung menjadi satu kelas,’’ katanya. (ewi/msu)