BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Proyek pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) sekaligus wisata religi di Kecamatan Margomulyo diduga belum memliki master plan. Penganggaran tanpa melalui skema multi years atau tahun jamak. Namun, setiap tahun selalu dianggarkan.
‘’Kami ingin minta klarifikasi apakah proyek tersebut sudah menggunakan mekanisme kontrak tahun jamak atau multi years?,” kata Agus Susanto Rismanto kepada sejumlah awak media kemarin (15/3).
Gus Ris, sapaan akrabnya, telah mengirim surat klarifikasi ke pemkab dan DPRD. Dia menilai pola pelaksanan proyek pembangunan RTH wisata religi diduga ada ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan. Karena pembangan RTH wisata religi dianggarkan pada 2020, 2021, 2022, dan 2023.
Gus Ris tidak menemukan dokumen nota kesepakatan bersama antara tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) dan badan anggaran (banggar) DPRD pada tahun pertama terkait rencana pelaksanaan kontrak tahun jamak pembangunan RTH wisata religi.
Berdasar data ia kumpulkan, APBD 2021 untuk konstruksi RTH wisata religi sebesar Rp 21 miliar; APBD 2022 Rp 43 miliar; dan APBD 2023 Rp 41 miliar. ‘’Jadi bisa dibilang pembangunan RTH wisata religi tidak dikonsep dan direncanakan secara matang,” bebernya.
Bahkan, ia tidak menemukan master plan pembangunan RTH wisata religi. Hal ini dibuktikan lelang master plan baru dilaksanakan pada 2023. Meski pengumuman lelang master plan dihapus dari LPSE Bojonegoro, tetapi di laman sistem informasi rencana umum pengadaan (SIRUP) masih muncul kegiatan lelang master plan dengan kode RUP 38202515 senilai Rp 500 juta. ‘’Sehingga patut dipertanyakan proyek ini dikerjakan dengan tidak memliki landasan teknis yang bisa diterima akal sehat,” tegasnya.
Menurutnya, proyek RTH wisata religi harus memakai mekanisme kontrak tahun jamak. Alasannya agar jangka waktu pekerjaan bisa ditentukan secara pasti. Juga, kebutuhan anggaran sudah diputuskan di awal rencana kegiatan guna mencegah pembengkakan anggaran berpotensi pemborosan dan kerugian keuangan negara. ‘’Ketiga antisipasi apabila terjadi situasi politik di mana keputusan anggaran tidak disetujui oleh banggar bisa menyebabkan proyek berhenti di tengah jalan atau mangkrak,” jelasnya.
Wakil Ketua DPRD Sukur Priyanto mengaku masih belum terima surat dari Gus Ris. ‘’Kami masih belum baca isi suratnya. Kami perlu baca dan pelajari suratnya,” ucapnya. Sementara itu, Jawa Pos Radar Bojonegoro telah menghubungi Ketua TAPD Nurul Azizah melalui sambungan telepon. Namun belum ada respons. (bgs/rij)