SEKOLAH DASAR: Siswa SDN II Sambiroto saat belajar di kelas kemarin (15/2). Pihak desa tak ingin SDN tersebut dimerger. (YUAN EDO/RDR.BJN)
- Advertisement -
DEWAN Pendidikan (DP) Bojonegoro membantah merger SD berkaitan penerimaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Tepatnya syarat SDN mendapat BOS memiliki minimal 60 siswa. Syarat tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler.
Berdasar bab II Penerima Dana Bos Reguler Pasal 3 poin 2 e menyatakan: memiliki jumlah paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir. ‘’Kalau pertimbangannya bukan itu,” kata Ketua Dewan Pendidikan Bojonegoro Ridlwan Hambali kemarin (15/2).
- Advertisement -
Ridlwan mengaku merger SD beberapa tahun terakhir tidak sepenuhnya berdasar permendikbud tersebut. Tapi, lebih peningkatan pelayanan dan efisiensi. Sebaliknya, SDN kekurangan siswa karena imbas sistem zonasi meski tidak signifikan.
Serta, kecenderungan orang tua menyekolahkan putranya di SD integral berasrama atau pondok, karena kekhawatiran dampak buruk mengakses media sosial. Sekolah pondok memiliki nilai plus pendidikan agama, mulai mengaji Alquran hingga kitab-kitab lainnya.
Ridlwan meminta kebijakan merger, harus ada kelanjutan dari para guru. Baik berstatus aparatur sipil negara (ASN) maupun guru tidak tetap (GTT). Keberlanjutan aset sekolah dan jaminan pelayanan kepada siswa jangan sampai kendor. (irv/rij)
DEWAN Pendidikan (DP) Bojonegoro membantah merger SD berkaitan penerimaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Tepatnya syarat SDN mendapat BOS memiliki minimal 60 siswa. Syarat tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler.
Berdasar bab II Penerima Dana Bos Reguler Pasal 3 poin 2 e menyatakan: memiliki jumlah paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir. ‘’Kalau pertimbangannya bukan itu,” kata Ketua Dewan Pendidikan Bojonegoro Ridlwan Hambali kemarin (15/2).
- Advertisement -
Ridlwan mengaku merger SD beberapa tahun terakhir tidak sepenuhnya berdasar permendikbud tersebut. Tapi, lebih peningkatan pelayanan dan efisiensi. Sebaliknya, SDN kekurangan siswa karena imbas sistem zonasi meski tidak signifikan.
Serta, kecenderungan orang tua menyekolahkan putranya di SD integral berasrama atau pondok, karena kekhawatiran dampak buruk mengakses media sosial. Sekolah pondok memiliki nilai plus pendidikan agama, mulai mengaji Alquran hingga kitab-kitab lainnya.
Ridlwan meminta kebijakan merger, harus ada kelanjutan dari para guru. Baik berstatus aparatur sipil negara (ASN) maupun guru tidak tetap (GTT). Keberlanjutan aset sekolah dan jaminan pelayanan kepada siswa jangan sampai kendor. (irv/rij)