BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Sengketa lahan proyek rumah potong hewan (RPH) di Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, akhirnya disidang kemarin (14/2). Para pihak hadir sidang pertama di Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro. Selanjutnya dilakukan mediasi dengan Hakim Mediator Ida Zulfamazidah.
Mediasi kembali digelar Selasa (21/2) nanti dengan durasi diberi waktu 30 hari. Jika mediasi gagal, sidang gugatan dilanjutkan dengan pembuktian. ‘’Setiap perkara perdata harus melalui mediasi. Harapannya ada perdamaian antara penggugat dan tergugat,” kata Ketua Majelis Hakim Nalfrijhon.
S. Marman penggugat bersama tim penasihat hukum (PH) menaikkan nilai kerugian imateriil. Sebelumnya Rp 5 miliar, kini jadi Rp 6 miliar. Sebelumnya, Marman sudah menggugat, tapi 24 Januari mencabut gugatan dengan asaln mengubah strategi. Sedangkan nilai kerugian materiil tetap sama, yaitu Rp 100 juta.
Tergugat satu perkara ini Bupati Bojonegoro dan Kepala Desa (Kades) Banjarsari selaku tergugat dua. Marman menggugat karena menduga ada penyerobotan tanah miliknya seluas 3.679 meter persegi kini dibangun RPH senilai Rp 8,2 miliar.
Nur Aziz koordinator Tim PH Penggugat mengatakan, petitum gugatan lainnya menyatakan Sertifikat Hak Pakai No. 00016 seluas 3.679 meter persegi, Surat Ukur No. 02997/Banjarsari/2022 tanggal 18 Agustus 2022 atas nama Pemkab Bojonegoro tidak mempunyai kekuatan hukum.
‘’Prinsipnya, kami memohon majelis hakim menyatakan tanah obyek sengketa adalah hak milik penggugat. Karena kuat dugaan ada pemufakatan melanggar hukum dilakukan para tergugat,’’ jelasnya.
Adapun penggugat membeli tanah pada 16 April 2011 dari Darus seharga Rp 125 juta. Sedangkan, Darus membeli tanah itu dari Salam Prawirosoedarmo pada 15 Juli 1977 seharga Rp 50.000.
Kades Banjarsari Fatkhul Huda megatakan, prinsipnya ia mengikuti proses persidangan, meski awalnya ia kaget dijadikan tergugat dua. ‘’Kami ikuti saja proses dan perkembangannya ke depan,” ujarnya. (bgs/rij)