- Advertisement -
BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Asap-asap dari perapian tungku tampak menggoda. Aroma serabi begitu tercium saat melintas di Jalan Padangan-Ngawi, persisnya Dusun Kalangan, Desa/Kecamatan Padangan.
Saban sore, sepanjang jalan raya tersebut banyak penjual serabi. Lapak ditepi jalan disertai tungku memakai cobek terbuat dari gerabah, saat tutup layah dibuka aroma serabi seketika semerbak.
Yuliati salah satu penjual mengatakan, sejak dulu penjual serabi di Padangan selalu buka sore hingga malam sebagai kudapan ringan. Ia berjualan sudah 15 tahun. Selain dirinya terdapat puluhan penjual serabi di wilayah Padangan. ‘’Mungkin karena sudah turun-temurun,” tutur perempuan 43 tahun tersebut.
Saiful salah satu pembeli mengatakan, sering menikmati serabi karena buka ketika sore. Dirinya rela datang dari Desa Purwosari karena di daerahnya tidak ada menjual serabi ketika sore atau malam. ‘’Kalau di Padangan semua buka malam. Kalau pagi justru tidak ada,” ungkapnya. (dan/rij)
BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Asap-asap dari perapian tungku tampak menggoda. Aroma serabi begitu tercium saat melintas di Jalan Padangan-Ngawi, persisnya Dusun Kalangan, Desa/Kecamatan Padangan.
Saban sore, sepanjang jalan raya tersebut banyak penjual serabi. Lapak ditepi jalan disertai tungku memakai cobek terbuat dari gerabah, saat tutup layah dibuka aroma serabi seketika semerbak.
Yuliati salah satu penjual mengatakan, sejak dulu penjual serabi di Padangan selalu buka sore hingga malam sebagai kudapan ringan. Ia berjualan sudah 15 tahun. Selain dirinya terdapat puluhan penjual serabi di wilayah Padangan. ‘’Mungkin karena sudah turun-temurun,” tutur perempuan 43 tahun tersebut.
Saiful salah satu pembeli mengatakan, sering menikmati serabi karena buka ketika sore. Dirinya rela datang dari Desa Purwosari karena di daerahnya tidak ada menjual serabi ketika sore atau malam. ‘’Kalau di Padangan semua buka malam. Kalau pagi justru tidak ada,” ungkapnya. (dan/rij)