BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Bojonegoro saat ini mengalami bonus demografi atau jumlah penduduk usia produktif melimpah. Namun, bonus demogarfi belum bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) masih terdapat 4,69 persen pada 2022 lalu. Padahal, 2010 TPT hanya 3,29. Sehingga bonus demografi belum diimbangi penyerapan maksimal tenaga kerja.
Statistisi Ahli Muda Badan Pusat Statistik (BPS) Bojonegoro Kurnia Novi mengatakan, bonus demografi karena angka kelahiran atau fertilitas yang menurun. Namun, penyebab terbesar karena meningkatnya pelayanan kesehatan. Sehingga menurunnya kematian atau mortalitas. ‘’Seperti kematian bayi,” ujarnya.
Bonus demografi kondisi di mana penduduk usia produktif mendominasi struktur piramida penduduk. Dampaknya bisa positif maupun negatif. Menurut Kurnia, sisi positif berupa penyediaan tenaga kerja melimpah. Sehingga jika diikuti penyediaan lapangan kerja akan berdampak pertumbuhan ekonomi.
Selain itu tersedia generasi emas peningkatan kualitas baik di pendidikan maupun olahraga. ‘’Sedangkan dampak negatifnya ketika lapangan usaha kurang, terjadi peningkatan pengangguran,” jelasnya.
Berdasar Sensus Penduduk (SP) Long Form 2020, kelahiran di Bojonegoro semakin menurun. Angka kelahiran 2020 sebesar 1,81. Sementara, sepuluh tahun lalu sebesar 1,88. Penurunan fertilitas mengakibatkan proporsi anak-anak populasi ikut menurun. Mengakibatkan rasio ketergantungan menjadi lebih rendah dan menciptakan bonus demografi.
Terkait dampak demografi pada pengangguran, menurut Kurnia, ada penurunan tingkat pengangguran. Sehingga bisa diasumsikan penyediaan lapangan kerja masih memadai di Bojonegoro.
Tingkat pengangguran di Bojonegoro menjadi 4,69 menurun dibanding tahun lalu mencapai 4,82. Namun, ketika dibanding dengan kondisi 2010 ketika sensus penduduk sebelumnya ada kecenderungan TPT meningkat yang hanya mencapai 3,29.
Kurnia mengatakan, bonus demografi bisa berlangsung satu dekade, namun bisa lebih. Tentu dipengaruhi banyak faktor. Ketika bonus demografi usai, jumlah penduduk usia produktif justru lebih sedikit dibanding usia tak produktif. Sehingga rasio ketegantungan akan meningkat.
‘’Ya bisa begitu, bisa juga tidak. Tergantung dari tingkat kelahiran dan kematian penduduknya. Karena angka kematian di usia lansia juga bisa meningkat,” ujarnya. (irv/rij)