BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Pendapatan petani agar tidak anjlok harus menjadi isu penting pengentasan kemiskinan. Sebab, angka kemiskinan 2022 masih mencapai 12,21 persen atau sekitar 153,4 ribu penduduk didominasi sektor pertanian. Persisnya sebanyak 41,37 persen penduduk miskin usia kerja.
Mifta Hulaika akademisi ekonomi Bojonegoro mengatakan, ketika produksi beras sudah banyak, perlu diimbangi kestabilan harga agar pendapatan petani tidak anjlok atau rendah. Juga, harus ada alternatif lain mengolah hasil pertanian untuk meningkatkan nilai hasil pertanian.
Selama ini, menurut Mifta, petani hanya menerima harga dari tengkulak. Petani tidak punya daya tawar (bergaining power) untuk menentukan harga. Sehingga perlu pelatihan pengolahan hasil pertanian atau pelatihan bagaimana cara meningkatkan nilai jual produk.
Selain itu, pengetahuan tentang pentingnya menaikkan standar hidup keluarga perlu diberikan. Mulai pentingnya pendidikan, makanan sehat, dan kesehatan. Sehingga, sadar bahwa peningkatan taraf hidup bermanfaat memutus rantai kemiskinan.
Kemiskinan, menurut dia, keadaan di mana seseorang tidak sanggup memenuhi kebutuhan dasar. Baik makanan, pendidikan, dan kesehatan. Mifta mengajak perlunya kerja sama semua pihak, terutama dinas terkait dan penduduk sektor pertanian.
Terlebih pertanian di Bojonegoro mempunyai potensi besar. Juga tidak bisa terus mengandalkan minyak dan gas (migas). Pemkab perlu menciptakan ekosistem pertanian. Tidak sekadar pelatihan produk olahan pertanian, tapi pemasaran hasil pertanian.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Helmy Elisabeth mengatakan, kemiskinan didominasi petani ini karena penduduk sebagian besar bekerja sektor pertanian, baik hulu dan hilir.
Berdasar data BPS Jatim pada publikasi Jatim Dalam Angka 2022, penduduk berumur 15 tahun ke atas bekerja menurut lapangan pekerjaan utama sebanyak 318.696 penduduk bekerja di pertanian. Lalu 133.263 penduduk di industri, dan 247.280 penduduk di jasa. (irv/rij)