BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Masa kolonial ternyata Bojonegoro sudah memiliki ragam hotel. Tentu, bangunannya berarsitektur Eropa. Saat ini, tersisa bangunan tua bekas hotel yang masih kokoh berdiri.
Hotel Gaya Baru. Lokasinya di wilayah kota persisnya barat Pasar Kota Bojonegoro. Tepatnya di Jalan KH. Mansyur. Berjejer beberapa bangunan berkarakteristik kolonial. Tidak jauh dari tepi Bengawan Solo. Dan, eks Hotel Gaya Baru, ini salah satu bagian urban legend.
Jawa Pos Radar Bojonegoro mengunjungi eks hotel tersebut.
Halamannya luas. Pagar berupa cor sebagai penahan banjir. Begitu memasukinya terdapat aroma mistis dari bangunan dengan cat cerah tersebut. Berdasar cerita tutur warga setempat, terdapat makhluk penunggunya, yakni noni, nyonya, hingga tuan Belanda. Namun mahkluk tersebut tidak mengganggu warga sekitar.
Suasana sepi terasa ketika memasuki halaman bangunan bekas hotel tersebut. Padahal jalan di depannya cukup ramai kendaraan melintas, juga pedagang. Suasana di area bangunan berbeda. Halaman luas terdapat sarana bermain anak-anak mulai berkarat. Seperti ayunan hingga perosotan.
Dua pilar besar di teras bangunan cukup mencolok. Membuat bangunan terlihat besar. Terdapat tiga pintu besar. Tiga pintu ini ciri khas bangunan-bangunan tua di sekitar lokasi yang tidak jauh dari Bengawan Solo.
Di samping teras terdapat pintu teralis besi digembok. Dari selah teralis terlihat candela berukuran besar, sedikit terbuka. Juga beberapa bangunan warna-warni di belakang. Jendela dengan ornamen besi khas bangunan tua.
Suyanto sejawaran Bojonegoro menceritakan, pengalamannya menginap di hotel tersebut ketika masih beroperasi. Tepatnya sekitar 1900-an. “Saya ingat sebelum reformasi. Ketika akan pembentukan Dewan Kesenian Bojonegoro,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Bojonegoro.
Menurut Suyanto, hotel tersebut beraroma mistis. Baik di kamar maupun halaman belakang. Terdapat penghuni astral. Seperti nyonya, noni, dan tuan Belanda. “Terdapat penghuni lain, namun bersahaja,” akunya usai menginap di hotel menghadap ke selatan itu.
Lingkungan sekitar bangunan tidak pernah terjadi kejadian apapun. Ketika bermalam di sana penunggu terbuka dengan punjung. Seperti mempersilakan tamu datang. “Saat menginap tidak bercerita ke teman-teman lain, khawatir takut. Namun teman-teman senang dengan suasana kuno di sana. Asyik,” ujar pria kini tinggal di Kecamatan Sugihwaras itu.
Menurut Suyanto, bangunan tersebut bekas hotel bersejarah di tepi Bengawan Solo. Meski tidak paham secara detail, namun ketika dua kali bermalam di sana, memang bangunan kuno, Bojonegoro kota lama.
Terdapat jalur pelana menuju arah Bengawan Solo. Menunjukkan saat itu hotel menghadap ke bengawan. Mengingatkan sebelum jalur darat dibuat sebagi jalan transportasi darat seperti sekarang, jalur utama transportasi merupakan jalur sungai (Bengawan Solo).
“Itu setelah dipelajari katika bermalam di sana. Tentang pemiliknya tidak faham,” jelasnya.
Suyanto menjelasakan bangunan tersebut sebagai bukti sejarah Bojonegoro Kota Lama. Didukung di timur Pasar Kota rerata rumah dan toko di balik tanggul memiliki dua sisi halaman. “Asalnya menghadap sungai, kemudian setelah jalan darat terbangun sesuai dengan ide pembangunan kota tatanan modern,” ujarnya. (irv/rij)
