- Advertisement -
AHLI Gizi Bojonegoro Arif Sabta Aji menuturkan, untuk menekan stunting diperlukan kampanye secara massif, untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat. ‘’Setidaknya 70 persen promotif preventif, sedangkan 30 persennya baru kuratif,” tutur Dosen Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Universitas Alma Ata Yogyakarta itu.
Tentang perbedaan data prevalensi stunting e-PPGBM dan SSGI, Aji menilai dipicu ada perbedaan metodologi. Kedua data itu pun kerap jadi perdebatan. ‘’Kedua data sebaiknya dimanfaatkan seoptimal mungkin di setiap daerah. Meski SSGI berupa survei, namun dari sisi SDM dan alat ukurnya telah terkualifikasi,” pungkasnya. (bgs/msu)
AHLI Gizi Bojonegoro Arif Sabta Aji menuturkan, untuk menekan stunting diperlukan kampanye secara massif, untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat. ‘’Setidaknya 70 persen promotif preventif, sedangkan 30 persennya baru kuratif,” tutur Dosen Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Universitas Alma Ata Yogyakarta itu.
Tentang perbedaan data prevalensi stunting e-PPGBM dan SSGI, Aji menilai dipicu ada perbedaan metodologi. Kedua data itu pun kerap jadi perdebatan. ‘’Kedua data sebaiknya dimanfaatkan seoptimal mungkin di setiap daerah. Meski SSGI berupa survei, namun dari sisi SDM dan alat ukurnya telah terkualifikasi,” pungkasnya. (bgs/msu)