25.2 C
Bojonegoro
Thursday, June 1, 2023

Terbit Saat PTSL di Kecamatan Kasiman

40 Sertifikat Tanah Diduga Palsu

- Advertisement -

’’Ketika berkoordinasi sama kepala desa dan BPN, mereka tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Seolah-olah lepas tangan.’’

M. Khotim, Ketua Panitia PTSL

BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Sekitar 40 sertifikat hak milik (SHM) diduga palsu, dokumen itu terbit dari program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Desa Tembeling, Kecamatan Kasiman. Sertifikat tersebut tidak bisa digunakan jaminan pinjaman uang di bank. Ternyata ketika dicek pihak bank nomor sertifkat tidak terdaftar di badan pertanahan nasional (BPN).

 

Perwakilan warga dan katua panitia PTSL didampingi penasehat hukum, hari ini (5/12) berencana mendatangi Mapolres Bojonegoro. Sebab, menduka ada pihak yang bermain dengan sertifikat tersebut.

 

Penasehat hukum korban Sunaryo mengatakan, terdapat sekitar 40 sertifikat diduga palsu. Padahal warga  mendapat sertifikasi tersebut melalui lanjutan program PTSL. Sertifikat ini terbit sekitar Desember 2021.

- Advertisement -

 

Setiap pemohon (untuk lanjutan program PTSL ini) telah mengeluarkan dana sekitar Rp 3juta sampai dengan Rp 3,5juta. Karena keterbatasan anggaran, banyak warga yang utang dan menjual barang berharga untuk membayar biaya administrasi tersebut. Rata-rata dari keluarga tidak mampu.

 

Menurut Sunaryo, warga mengetahui kalau sertifikatnya palsu setelah mereka mengajukan kredit ke pihak perbankan atau koperasi. Ternyata nomor di sertifikat mereka tidak teregister di BPN. Sehingga proses kredit ditolak.

 

Diduga ada pihak yang bermain atau menjadi mafia dalam perlaksanaan PTSL. Terlebih tanah kategori K4, sehingga tidak perlu dikeluarkan sertifikat lagi.

 

Ketua Panitia PTSL Desa Tembeling, Kecamatan Kasiman M. Khotim merasa pihak desa dan BPN Bojonegoro lepas tangan alias tidak bertanggung jawab dari persoalan ini. Padahal, sudah menyangkut kredibilas lembaga pemerintah.

 

“Saya yang di depan selalu ditanya warga. Ketika berkoordinasi sama kepala desa dan BPN, mereka tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Seolah-olah lepas tangan. Ini persoalan serius menyangkut pelayanan ke warga kecil”, ucapnya. (irv/msu)

’’Ketika berkoordinasi sama kepala desa dan BPN, mereka tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Seolah-olah lepas tangan.’’

M. Khotim, Ketua Panitia PTSL

BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Sekitar 40 sertifikat hak milik (SHM) diduga palsu, dokumen itu terbit dari program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Desa Tembeling, Kecamatan Kasiman. Sertifikat tersebut tidak bisa digunakan jaminan pinjaman uang di bank. Ternyata ketika dicek pihak bank nomor sertifkat tidak terdaftar di badan pertanahan nasional (BPN).

 

Perwakilan warga dan katua panitia PTSL didampingi penasehat hukum, hari ini (5/12) berencana mendatangi Mapolres Bojonegoro. Sebab, menduka ada pihak yang bermain dengan sertifikat tersebut.

 

Penasehat hukum korban Sunaryo mengatakan, terdapat sekitar 40 sertifikat diduga palsu. Padahal warga  mendapat sertifikasi tersebut melalui lanjutan program PTSL. Sertifikat ini terbit sekitar Desember 2021.

- Advertisement -

 

Setiap pemohon (untuk lanjutan program PTSL ini) telah mengeluarkan dana sekitar Rp 3juta sampai dengan Rp 3,5juta. Karena keterbatasan anggaran, banyak warga yang utang dan menjual barang berharga untuk membayar biaya administrasi tersebut. Rata-rata dari keluarga tidak mampu.

 

Menurut Sunaryo, warga mengetahui kalau sertifikatnya palsu setelah mereka mengajukan kredit ke pihak perbankan atau koperasi. Ternyata nomor di sertifikat mereka tidak teregister di BPN. Sehingga proses kredit ditolak.

 

Diduga ada pihak yang bermain atau menjadi mafia dalam perlaksanaan PTSL. Terlebih tanah kategori K4, sehingga tidak perlu dikeluarkan sertifikat lagi.

 

Ketua Panitia PTSL Desa Tembeling, Kecamatan Kasiman M. Khotim merasa pihak desa dan BPN Bojonegoro lepas tangan alias tidak bertanggung jawab dari persoalan ini. Padahal, sudah menyangkut kredibilas lembaga pemerintah.

 

“Saya yang di depan selalu ditanya warga. Ketika berkoordinasi sama kepala desa dan BPN, mereka tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Seolah-olah lepas tangan. Ini persoalan serius menyangkut pelayanan ke warga kecil”, ucapnya. (irv/msu)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/