BOJONEGORO, Radar Bojonegoro – Urban Legend di sepanjang bantaran Bengawan Solo ialah sosok hantu air yang secara turun temurun diceritakan. Yakni, sosok bernama onggo-inggi. Ada banyak versi berkembang di masyarakat. Ada menganggap onggo-inggi hanya mitos. Ada juga mengaku pernah melihat sosok makhluk gaib dipercaya sebagai salah satu penunggu Bengawan Solo.
Jawa Pos Radar Bojonegoro mewawancarai beberapa narasumber secara acak. Namun, narasumber tersebut memang merupakan warga bantaran Bengawan Solo. Oki Dwi Cahyo, seniman asal Kelurahan Jetak itu mengatakan, bahwa cerita mitos onggo-inggi memang tidak ada pakemnya. Bahkan, bisa dibilang hanya sekadar celetukan turun temurun untuk menakut-nakuti anak-anak.
“Celetukannya itu mengingatkan sekaligus menakuti anak-anak agar tidak bluron (berenang, Red) di Bengawan Solo. Karena tentu membahayakan berenang di bengawan, apalagi saat arusnya deras,” ucap pemuda kelahiran 1988 itu.
Menurut Oki, mitos onggo-inggi tergolong unik, karena sepengetahuannya saat masa kecil diberitahu kalau onggo-inggi itu munculnya ketika siang. Sedangkan, biasanya sosok hantu itu dipercaya muncul ketika jelang Magrib atau malam.
“Kemungkinan dulu para orang tua ingin anak-anak mereka tidur siang di rumah. Jadi ditakut-takuti agar tidak keluar rumah ketika siang,” katanya.
Oki menilai, dibangunnya mitos onggo-inggi secara turun temurun tidak ada hubungannya dengan upaya pelestarian sungai. Menurutnya, hanya sekadar keselamatan anak-anak agar tidak tenggelam. Karena selama ini kebiasaan masyarakat pinggir bengawan minim kesadaran. “Contohnya, tak sedikit warga buang sampahnya masih ke bengawan,” tuturnya.
Namun di dalam ingatannya, tidak ada anak kecil menggubris celetukan para orang tuanya. Anak-anak zamannya dulu tetap saja bluron atau memancing di Bengawan Solo. Ada juga imbauan dari orang-orang tua zaman dulu agar tidak mengajak anak luar bantaran bermain di Bengawan Solo.
“Karena menurut mereka berisiko. Takutnya tenggelam karena tidak bisa berenang,” ujarnya.
“Rasanya konyol kalau tinggal di tepi bengawan, tapi tidak bisa berenang,” imbuhnya. Berbeda dengan anak pinggir bengawan masa kini, sepertinya tak banyak yang punya keahlian berenang.
Adapun bentuk sosok onggo-inggi ini juga berbagai versi. Menurut cerita kakeknya, onggo-inggi itu berjenis kelamin perempuan punya rambut lebat dan panjang. Onggo-inggi ini dipercaya melilit korban-korbannya.
Sementara itu, Sholeh, warga Desa Kauman, Kecamatan Kota mengatakan, onggo-inggi kerap menampakkan diri ketika siang dan jelang Magrib. Biasanya penyebab beberapa orang tenggelam itu karena melihat sosok onggo-inggi menyerupai manusia dalam kondisi tenggelam.
“Terkadang ada orang ingin berusaha menolong, tapi berakhir tenggelam,” kata pria kelahiran 1964 itu.
Karena itu, Sholeh mengaku pernah menyelematkan orang tenggelam di Bengawan Solo. Tapi, tidak dengan cara masuk ke bengawan, tapi melempar tali tampar dan debog pisang. Terkait sosoknya, Sholeh bercerita onggo-inggi itu semacam hantu berambut gondrong berwarna hitam pekat dan berbadan kecil.
Semasa kecilnya, pria tinggal di tepi Bengawan Solo, tepatnya di Jalan Prajurit Abu itu wilayahnya dulu terkenal angker. Karena sisi selatan rumahnya hingga tepi bengawan seberang Polres Bojonegoro ada rumpun pohon bambu yang lebat. “Tapi ya memang percaya enggak percaya dengan onggo-inggi ini. Ada juga orang yang menyebut onggo-inggi dengan nama lain kemamang,” jelasnya. (bgs/rij)
