Radar Tuban – Bupati Tuban Fathul Huda memberikan pesan cukup mendalam saat melantik para pejabat di Pendapa Krida Manunggal Tuban ke marin (1/4). Terlebih, pesan tersebut disampaikan menjelang berakhirnya masa jabatannya setelah dua periode memimpin pemerintahan Bumi Wali bersama wabup Noor Nahar Hussein.
Pasangan pemimpin yang memiliki akronim Hudanoor ini segera mengakhiri masa jabatannya selama dua periode pada 20 Juni 2021 mendatang. ‘’Untuk jabatan eselon II, ini merupakan yang terakhir saya bisa melantik. Kalau untuk eselon III ke bawah mungkin masih ada kesempatan lagi untuk melantik (sebelum mengakhiri masa jabatan),’’ tuturnya dengan kesan yang cukup mendalam.
Sebab, tidak lama lagi mantan ketua PCNU Tuban ini bakal segera me nanggalkan jabatannya. Dalam sambutannya, Bupati Fathul Huda memberikan pesan kepada seluruh pejabat agar benar-benar menata niat dalam menjalankan amanah jabatan. Terlebih, di era keterbukaan publik seperti sekarang ini, seorang pejabat harus sangat berhati-hati dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
‘’Supaya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pejabat memiliki nilai ganda, dunia dan akhirat. Maka, yang harus benar-benar ditata adalah niatnya,’’ tegas bupati.
Petuah bupati tersebut sekaligus sebagai alarm bagi para pejabat agar tidak terjebak pada hal-hal pragmatis, penyalahgunaan jabatan. Ditegaskan bupati, menjadi pejabat atau aparatur sipil negara (ASN) jangan memikirkan gaji. Sebab, tanpa dipikirkan, ASN sudah pasti mendapatkan gaji setiap bulan.
Karena itu, tugas ASN adalah fokus dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Lebih lanjut bupati menuturkan, jika tugas dan tanggung jawab bisa dijalankan dengan baik dan berprestasi, tentu tingkat kesejahteraan akan mengikuti, seperti halnya kenaikan pangkat dan jabatan.
‘’Makanya yang harus ditata adalah niat mengabdi dan melayani kepada masyarakat. Sekaligus menjadikan amanah (jabatan) sebagai investasi dunia-akhirat. Allah selalu menolong hambanya, sepanjang hambanya mau mengabdi dan melayani sesama,’’ tuturnya.
Setelah niat sudah tertata, selanjutnya, sebagai pejabat harus mampu menginventarisir masalah dan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Sehingga, setiap kebijakan yang diambil mampu menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.
‘’Semuanya saja. Seorang pejabat ha rus mampu menginventarisir masalah yang akan dihadapi,’’ paparnya. Selain melantik delapan pejabat pimpinan tinggi pratama hasil lelang jabatan, pada kesempatan yang sama bupati juga melantik 64 ASN yang terdiri dari pejabat administrator, pengawas, dan fungsional di lingkup Pemkab Tuban.
Pejabat pimpinan tinggi pratama tersebut, kepala badan perencanaan dan pembangunan daerah (bappeda), kepala badan kesatuan bangsa dan politik (bakesbangpol), kepala dinas sosial, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak (dinsos P3A), kepala dinas komunikasi dan informatika (diksominfo), asisten administrasi umum sekda, kepala dinas perhubungan (dishub), serta kepala dinas penana man modal, pelayanan terpadu satu pintu dan tenaga kerja (DPMPTSP naker).
Masih dikatakan bupati, pelantikan pejabat eselon II hasil lelang jabatan tersebut setelah turunnya surat persetujuan pengangkatan dan pelantikan pejabat pimpinan tinggi pratama dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Surat persetujuan dari Mendagri ini merupakan balasan dari surat permohonan persetujuan tertulis pelaksanaan pengangkatan dan pelantikan pejabat pimpinan tinggi pratama, administrator, pengawas dan kepala sekolah di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban yang diajukan pada 7 Juli 2020 dan 22 Desember 2020.
Sebagaimana diketahui, dalam ketentuan pasal 71 ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU menyatakan, bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Wali Kota aktif dilarang melakukan pergantian pejabat dari enam bulan sebelum penetapan calon (kepala daerah terpilih) dan sampai berakhirnya masa jabatan (kepala daerah aktif), kecuali mendapat persetujuan dari Mendagri.
Artinya, meski dalam SE Mendagri Nomor 270/3762/SJ tentang Penegasan dan Penjelasan terkait Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 menegaskan bahwa penggantian pejabat struktural dan pejabat fungsional tetap bisa dilakukan dengan ketentuan untuk mengisi kekosongan jabatan yang disebabkan pejabat sebelumnya meninggal, terjerat pidana yang harus ditahan, dan kosong setelah pejabat sebelumnya purnatugas.
Namun, untuk bisa menggelar pelatikan tetap harus mendapat persetujuan Mendagri. ‘’Jadi, pelantikan ini berdasarkan surat persetujuan dari Mandagri,’’ tandas bupati.