- Advertisement -
BLORA – Petani lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) dinilai memicu kelangkaan pupuk di Blora. Sebab mereka menggunakan pupuk bersubsidi, padahal tidak mendapatkan jatah (alokasi). Bupati Blora, Djoko Nugroho mengungkapkan, kelangkaan pupuk yang terjadi saat musim tanam, karena banyak petani yang tidak mengajukan alokasi pupuk bersubsidi melalui rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Namun mereka ikut membeli pupuk bersubsidi.
Sehingga terjadi kekurangan. Karena alokasi pupuk bersubsidi berdasarkan RDKK yang diajukan petani. “Kebanyakan petani penggarap lahan hutan yang tergabung dalam LMDH yang selama ini tidak membuat RDKK, tetapi meminta jatah pupuk bersubsidi. Saya minta semua LMDH bisa segera menyusun RDKK agar kedepan tidak mengambil jatah pupuk bersubsidi petani lain,” tegasnya minggu (28/1).
Djoko meminta seluruh Administratur (ADM) Perhutani untuk mengoordinasi masing-masing LMDH yang menggarap lahan hutan, agar segera menyusun RDKK untuk pengajuan pupuk. Jangan sampai kelangkaan pupuk terulang kembali. Mengingat musim panen sudah tiba, dan akan dilanjutkan musim tanam kembali.
Apalagi hampir separo wilayah Blora merupakan wilayah Perhutani, yang sebagian wilayah hutannya dikelola 138 LMDH. Yakni KPH Blora seluas 1.698 Ha, KPH Cepu 1.421 Ha, KPH Randublatung 1.729 Ha, dan KPH Kebonharjo 300 Ha. “Semuanya memerlukan pupuk bersubsidi, sehingga harus menyusun RDKK,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Blora, Reni Miharti mengatakan, untuk pengajuan alokasi pupuk bersubsidi, harus menggunakan RDKK yang disetorkan ke dinas pertanian melalui UPTD Pertanian di masing-masing kecamatan. Sedangkan untuk petani penggarap lahan hutan, pembuatan RDKK-nya dikoordinir masing-masing KPH Perhutani, kemudian disetor ke dinas pertanian. “Sayangnya hingga saat ini belum ada LMDH yang mengajukan RDKK untuk kebutuhan pupuk 2018,” ujarnya.
BLORA – Petani lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) dinilai memicu kelangkaan pupuk di Blora. Sebab mereka menggunakan pupuk bersubsidi, padahal tidak mendapatkan jatah (alokasi). Bupati Blora, Djoko Nugroho mengungkapkan, kelangkaan pupuk yang terjadi saat musim tanam, karena banyak petani yang tidak mengajukan alokasi pupuk bersubsidi melalui rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Namun mereka ikut membeli pupuk bersubsidi.
Sehingga terjadi kekurangan. Karena alokasi pupuk bersubsidi berdasarkan RDKK yang diajukan petani. “Kebanyakan petani penggarap lahan hutan yang tergabung dalam LMDH yang selama ini tidak membuat RDKK, tetapi meminta jatah pupuk bersubsidi. Saya minta semua LMDH bisa segera menyusun RDKK agar kedepan tidak mengambil jatah pupuk bersubsidi petani lain,” tegasnya minggu (28/1).
Djoko meminta seluruh Administratur (ADM) Perhutani untuk mengoordinasi masing-masing LMDH yang menggarap lahan hutan, agar segera menyusun RDKK untuk pengajuan pupuk. Jangan sampai kelangkaan pupuk terulang kembali. Mengingat musim panen sudah tiba, dan akan dilanjutkan musim tanam kembali.
Apalagi hampir separo wilayah Blora merupakan wilayah Perhutani, yang sebagian wilayah hutannya dikelola 138 LMDH. Yakni KPH Blora seluas 1.698 Ha, KPH Cepu 1.421 Ha, KPH Randublatung 1.729 Ha, dan KPH Kebonharjo 300 Ha. “Semuanya memerlukan pupuk bersubsidi, sehingga harus menyusun RDKK,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Blora, Reni Miharti mengatakan, untuk pengajuan alokasi pupuk bersubsidi, harus menggunakan RDKK yang disetorkan ke dinas pertanian melalui UPTD Pertanian di masing-masing kecamatan. Sedangkan untuk petani penggarap lahan hutan, pembuatan RDKK-nya dikoordinir masing-masing KPH Perhutani, kemudian disetor ke dinas pertanian. “Sayangnya hingga saat ini belum ada LMDH yang mengajukan RDKK untuk kebutuhan pupuk 2018,” ujarnya.