PERILAKU bullying atau perundungan merupakan bentuk perilaku negatif terhadap orang lain, terlebih pada fase remaja termasuk usia yang rentan terhadap kasus tersebut. Kasus bullying biasanya melibatkan tiga hal, yaitu ketidakseimbangan kekuatan mengontrol diri dan merendahkan orang lain, menganggap dirinya superior dan kurang menghargai perbedaan.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (KPPPA) tercatat 440 anak laki-laki dan 326 anak perempuan sebagai pelaku bullying di sekolah. Data bullying juga dihimpun Koalisi Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (KPAI), pada 2022 kasus bullying dengan kekerasan fisik dan mental yang terjadi di lingkungan sekolah sebanyak 226 kasus.
Tren bullying menunjukan kenaikan, jumlah tersebut yang tercatat, kemungkinan masih banyak lagi yang belum mencuat di media. Sebab, korban bullying terkadang tidak berani bersuara karena merasa tertekan dan jika melapor akan menambah beban psikisnya.
Situasi tersebut menggambarkan lembaga pendidikan formal kita perlu proaktif dan harus merespons fenomena tersebut. Dalam hal ini muatan materi PPKn di SMAN 1 Jepon yang saat ini diselaraskan dengan penguatan profil pelajar pancasila. Sebagai upaya penanggulangan perundungan, di SMA Jepon telah membuat kesepakatan untuk petisi antibuliying yang ditandatangani semua siswa.
Komiten tersebut selaras dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024 mengenai penguatan profil pelajar pancasila yang terdapat 6 poin. Yakni :
Pertama, beriman, bertakwa kepada Tuhan, dan berakhlak mulia. Penanaman jiwa religius dalam materi PPKn di sekolah memungkinkan untuk membangun pribadi yang saleh. Jika karakter tersebut sudah terlembaga dan terbentuk dalam diri siswa, akan mampu meredam bullying dengan teman sejawatnya di sekolah.
Fondasi keimanan dan ketakwaan menjadi sumber nilai yang diimplementasikan dalam PPKn. Pada sila pertama dasar negara Indonesia tersebut mengandung ruh yang senada dengan penguatan pelajar pancasila yang didengungkan pemerintah. Harapan besar membentuk akhlak pelajar agar tidak saling bullying.
Â
Kedua, berkebinekaan global seperti gayung bersambut dengan memahami perbedaan antar manusia, dalam hal ini para siswa perlu ditekankan akan kebhinekaan. Bahwa yang berbeda dari kita bukan musuh. Kasus bullying di sekolah terjadi karena belum memahami perbedaan. Pelajar pelu ditekankan pola-pola pengajaran yang menerapkan keragaman.
Ketiga, bergotong royong mempunyai nilai kesalingan yang mesti dimiliki pelajar, bahwa negara kita terbentuk atas gotong royong, tidak ada bullying dan perundungan dalam mewujudkan tujuan. Sebab bullying dapat menyebabkan perceraian dan mereduksi nilai pelajar itu sendiri.
Keempat, mandiri. Dalam pelajaran PPKn sifat kemandirian itu bisa tercermin saat pelajar mampu menyelasaikan masalahnya sendiri. Bullying terjadi salah satunya karena sifat kemandirian siswa tidak terbentuk. Sehingga penguatan profil pelajar mempunyai andil besar dalam menagani kasus bullying yang terjadi saat ini.
Kelima, bernalar kritis. Penanaman sifat kritis harus disematkan dalam diri karena dengan sifat kritis, pelajar tidak akan memakan mentah informasi yang diterima. Sebab kasus pembullyan terkadang terjadi karena missing informasi kepada sosok yang di-bully.
Keenam, kreatif. Jiwa kreatif seorang pelajar akan berbanding lurus dengan nihilnya sifat bullying dalam diri. Sebab, pikiran yang dianugerahkan digunakan untuk memupuk keingintahuan hal-hal baru. Sehingga pelajar akan jauh dari pola pikir untuk membully siswa lain. (*)
Guru PPKn SMAN 1 Jepon