BLORA, Radar Bojonegoro – Wayang krucil menjadi khazanah kebudayaan asli Blora. Hanya, kepedulian terhadap budaya ini, wayang krucil rentan punah. Jarang ada pementasan, juga jarang ditampilkan saat pertunjukan seni budaya. Perlu sentuhan dan strategi tepat agar khazanah budaya Blora ini bisa lestari di tengah modernisasi.
Bentuk wayang krucil berbeda dengan wayang golek. Berbentuk pipih menjadi ciri khas. Punahnya wayang tersebut karena jarang ditampilkan saat adanya pertunjukan seni budaya.
Ketua Dewan Kebudayaan Blora (DKB) Muhammadun mengatakan, wayang krucil hampir punah karena sudah jarang paguyuban kesenian mementaskan. Diperparah, para dalang lebih memilih pementasan wayang kulit. ‘’Lakon-lakon wayang krucil sekarang sudah jarang diketahui masyarakat,’’ jelasnya.
Ia menambahkan, budaya yang baru masuk, tetap akan diakomodir dengan tidak melepaskan budaya yang lama. ‘’Kami tetap akan fokuskan ke budaya-budaya yang memang menjadi bagian sejarah dari Blora,’’ ujarnya saat rapat koordinasi internal menyatukan persepsi dan menyusun rencana pada akhir Januari lalu.
Madun mengatakan, akan membangkitkan komunitas, paguyuban ataupun pekerja seni yang kurang mendapatkan perhatian. Sementara yang mampu menghidupi komunitasnya, diberikan apresiasi agar lestari.
Pertemuan dengan pegiat budaya itu, untuk menguatkan persepsi bersama dan mencari jalan keluar. Menunjuk divisi litbang terkait pembuatan draf dan merencanakan sarasehan. Selain itu, seniman harus bisa berinovasi dengan kesenian digeluti untuk melestarikan kebudayaan asli daerah.
‘’Kami akui globalisasi ini berdampak perkembangan budaya. Kami maklumi jika anak muda sekarang kurang tahu kebudayaan lokal. Namun, tidak berarti kami membiarkan kebudayaan asli setempat punah,’’ jelasnya.
‘’Kami ke depannya akan sering menampilkan wayang krucil di setiap pertunjukkan seni. Khususnya pertunjukkan bekerja sama dengan pemkab setempat,’’ lanjut dia. (hul/rij)