BLORA, Radar Bojonegoro – Pendaftar lahan Wonorejo dikenai biaya pemanfaatan lahan. Nilainya sekitar 3,3 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP). Tentu, masing-masing lahan nilainya bisa berbeda. Namun, bagi warga terdata dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) tidak dikenai tarif.
Kapala Badan Pengelolaan Pendapatan Kekayaan dan Aset Daerah (BPPKAD) Blora Slamet Pamudji menjelaskan, hak pengelolaan melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Skema pengelolaan HGB di atas HPL, dilakukan kerja sama. Ada biaya harus dikeluarkan warga. ‘’Istilahnya tarif pemanfaatan. Bukan biaya sewa,” ujarnya.
Mumuk menjelaskan, nilai tarif harus dibayarkan 3,33 persen dari nilai NJOP, serta nilai penyesuaian. Termasuk, lahan milik warga mendaftar HGB digunakan untuk ekonomi atau hanya tempat tinggal.
Sehingga nominalnya bervariatif antara pemohon satu dengan yang lain. Ada yang gratis hingga sampai puluhan juta. ‘’Gratis ini diberikan kepada mereka yang miskin dan masuk dalam DTKS,” jelas Mumuk.
Mumuk menjelaskan, bahwa proses pendaftaran tersebut tidak berhenti sampai 9 Maret 2023. ‘’Kami akan melakukan pendaftaran lanjutan sampai selesai. Entah satu bulan sekali atau seminggu sekali akan ada tim datang ke Cepu untuk melayani warga,” jelasnya.
Diketahui, kawasan Wonorejo terbagi tiga kelurahan. Wonorejo dan Tegalrejo Kelurahan Cepu, Jatirejo Kelurahan Karangboyo dan Sarirejo Kelurahan Ngelo. Puluhan tahun terjadi konflik agraria di lokasi tersebut, warga merasa lega dan tersenyum bahagia setelah mendapat kepastian hukum atas tanah ditempati.
Dedy Santoso, warga Kelurahan Karangboyo mengatakan, kebijakan tersebut menjadi solusi yang baik. Meskipun sempat terjadi penolakan dari warga, lantaran ada poin dalam klausul kerja sama tidak disepakati.
‘’Warga antusias. Lega, setelah perjuangan begitu lama,” jelasnya. (luk/rij)