BLORA, Radar Bojonegoro – Penurunan angka stunting masih menjadi pekerjaan rumah (PR) Pemkab Blora. Berdasar data 2022, terdapat 34 desa/kelurahan menjadi lokus stunting. Terbanyak di Kecamatan Kedungtuban dan Kunduran.
Wakil Bupati (Wabup) Tri Yuli Setyowati meminta deteksi dini, pencarian masalah, dan galakan program Bapak Asuh. ‘’Program Bapak Asuh ini harus dilakukan terus menerus. Kemarin sewaktu rakor dengan Pak Gubernur di Kampung Samin, mengapresiasi dan meminta program bapak asuh untuk diteruskan,” katanya saat memimpin Rakor Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Blora kemarin (31/1).
Wabup mengajak seluruh pihak terutama Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) kabupaten, kecamatan, hingga desa dan kelurahan menurunkan angka stunting. Menurutnya, ujung tombak percepatan penurunan stunting berada di tingkat pemerintahan paling bawah.
‘’Desa dan kelurahan merupakan ujung tombak, karena memiliki peran sinkronisasi perencanaan dan penganggaran. Kemudian mengoptimalkan penggunaan dana desa,” ujar Etik sapaan akrabnya.
Menurut Wabup, TPPS tingkat desa atau kelurahan untuk memastikan sasaran prioritas dan mengkoordinasikan pendataan sasaran secara rutin. Juga memperkuat pemantauan dan evaluasi. Menurutnya harus ada peningkatan kapasitas aparat desa, kader, dan masyarakat umum.
Setidaknya, pencegahan stunting harus mengutamakan deteksi dini dengan mencari masalah pertumbuhan, bukan mencari kasus stunting. ‘’Tujuan utama dari ini semua adalah Blora menyumbangkan generasi emas Indonesia pada 2045. Karena penurunan stunting ini merupakan hal yang harus dilakukan untuk investasi SDM,” terangnya.
Dari data lokus stunting yang menjadi prioritas penanganan pada 2022, paling banyak berada di Kecamatan Kedungtuban dan Kunduran. Terdapat 8 desa. Dengan persentase balita stunting paling banyak sebesar 28,25 persen. (luk/rij)