Tari sufi berasal dari Timur-Tengah. Kini di Bojonegoro sudah banyak orang mahir menari dengan cara berputar-putar itu. Triyanto salah satu penggeraknya.
Â
M. NURKOZIM, Radar Bojonegoro
Â
LIMA tahun lalu, Triyanto bertandang ke Semarang. Di Ibu Kota Jawa Tengah itu ia mampir ke sebuah pondok pesantren (ponpes). Hatinya tergerak ketika di ponpes itu melihat sebuah tarian dengan sajian berputar-putar. Sejak itu mulai ikut berlatih menari tarian unik itu.
‘’Kalau dibilang lama ya belum. Saya menari sufi ini baru lima tahun ini,’’ tutur Triyanto kemarin (31/5).
Pria akrab disapa Mbah Minto itu tinggal di Dusun Pengkok, Desa Padangan, Kecamatan Padangan. Ia memelopori tari sufi di wilayah Padangan. Setidaknya kini sudah ada 70 orang ikut belajar menari sufi dengannya.
Meskipun Minto mengajarkan tari sufi, ia tidak mau disebut guru. Murid-muridnya sebagai rekan penari. Bahkan, ia masih kerap menari bersama mereka di berbagai kesempatan. Tari Sufi dicetuskan oleh Jalaluddin Rumi. Kini, tarian itu sudah mendunia.
Musik mengiringi tarian itu tidak hanya musik khas Timur Tengah. Berbagai nada bisa mengiringi tarian memutar dengan durasi lama.
Minto pun tidak jarang menari dengan iriangan musik Jawa. Seperti gamelan dan karawitan. Termasik aliran musik lain seperti pop, rock, hingga dangdut. Ragam iriangan musik itu tari sufi tetap mengalir lancar.
‘’Dulu Jalaluddin Rumi pernah menari dengan iringan bunyi besi yang dipukul,’’ tutur pria 50 tahun itu.
Minto kerap tampil di berbagai acara hingga hajatan warga. Rela menari dengan sukarela, bahkan ia sering menawarkan diri mengiringi tarian. Upaya itu sebagai cara Minto mengenalkan tari sufi pada masyarakat sekitar tempat tinggalnya.
Awal-awal pandemi lalu, jalanan kerap sepi kendaraan. Hal itu dimanfaatkan Minto menggelar tarian. Bersama sejumlah rekannya menari sufi di Perempatan Padangan. Tentunya dengan durasi tidak begitu lama agar tidak mengganggu kendaran melintas. ‘’Di Jembatan Padangan-Kasiman juga sering,’’ ujarnya.
Menari sufi tidak hanya sekadar tarian. Mereka memahami tari sufi adalah orang hidupnya tidak terpaut dengan dunia. Semuanya bertujuan mencari rida Illahi karena setiap tari sufi itu mengandung doa.
Itu membuat penari sufi bisa tahan hingga berjam-jam berputar. Terakhir, Minto menari selama 24 jam di sebuah acara pengajian di Kabupaten Lamongan. Itu momen ia menari sufi terlama secara single.
Sebelumnya secara berjamaah pernah menari selama 24 jam. Itu terjadi akhir tahun lalu. Kala itu dia diundang menari sufi berjamaah di salah satu ponpes di Purwokerto, Jawa Tengah. Minto dan ratusan penari sufi lainnya menari selama 24 jam penuh.
‘’Hanya istirahat saat salat. Usai salat menari lagi,’’ kenangnya.
Bagi Minto, tari sufi tidak hanya sekadar aktivitas. Namun, menjadi bagian hidupnya. Karena itu ada acara atau tidak dia akan tetap menari. Mengajak rekan-rekannya menari bersama. Minto pun menjadikan rumahnya sebagai markas tari sufi. Karena tari sufi itu seperti doa, Minto menamai rumahnya dengan sebutan Rumah Cinta. (*/rij)