Duduk lesehan, menikmati kuliner khas desa, memastikan potensi alam Bojonegoro menjadi daya tarik Menteri PDTT Halim Iskandar untuk mengembangkan wisata desa edukasi pertanian.
Lukman Hakim, Radar Bojonegoro
MENDUNG menggelayut di atas kebun salak, beberapa orang sedang menyantap makanan khas Kuliner Pondok Salak di Desa Bendo, Kecamatan Kapas. Beberapa pengunjung yang selesai makan di gazebo sudah meninggalkan lokasi, mereka belum tahu jika salah satu menteri akan datang.
Sekitar pukul 14.15, rombongan Menteri Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) tiba di lokasi. Beberapa orang tampak kaget dan segera mengambil kamera ponsel untuk mengabadikan momen. Saat itu Ketua DPRD Bojonegoro Abdullah Umar dan beberapa kolega DPRD lainnya menyambut kedatangan menteri usai turun dari mobil.
Hidangan berbagai macam sudah terhampar di Gazebo untuk memanjakan lidah, beberapa celetukan guyon saling lempar antara menteri dengan orang di lokasi. Hal itu menambah suasana gayeng.
Gus Menteri sapaan akrabnya mulai menyantap makanan, setelah itu meluangkan waktu untuk berbicara dengan insan pers. Ternyata, kunjungan kulinernya bukan kali pertama, Halim Iskandar Sudah tiga kali berkunjung menikmati masakan khas Pondok Salak.
“Jadi tiga kali berkunjung ke sini dengan menu belut, ayam kampung,” jelasnya.
Halim memandang potensi wisata bumi Rajekwesi bagus utuk dikembangkan, terutama potensi alam yang tersebar di daerah. Dari beberapa potensi alam yang bisa dikembangkan untuk wisata, melirik untuk mengembangkan museum pertanian. “Yang sudah saya datangi dan menurut saya menarik untuk terus dikembangkan itu adalah museum tani yang ada di Desa Pejambon,” tuturnya.
Alasan utama Halim melirik museum tani, karena tidak semua orang yang hidup di zaman modern memahami proses petani dalam mengolah hasil pertaniannya. “Bagimana petani memproses padi menjadi beras, belum tentu masyarakat saat ini mengeti,” ungkapnya.
Gus Menteri masih terngiang-ngiang dengan kunjungannya di Desa Pejambon, Kecamatan Sumberrejo, ukuran nostalgianya tersebut sederhana yakni melihat alat-alat pertanian seperti halnya ani-ani, saat ini banyak yang sudah menggunakan alat modern untuk memanen padi. “Waktu kecil saya saat memanen menggunakan ani-ani sekarang sudah tiak ada,” tuturnya.
Proses petani yang lainnya adalah ngluku, di dapur ada pogo, yakni tempat menaruh bumbu-bumbu di atas perapian. Dahulu ada jagungnya digantung. Menurutnya ada pertimbangan-pertimbangan ilmiah yang orang saat ini tidak faham filosofinya. “Ketika tindakan orang dahulu direnungkan saat ini, oh maksudnya seperti ini, misalkan ditaruh di atas supaya tidak mudah bubuken, meskipun bertahun-tahun,” jelasnya.
Hal itu menurut Halim bisa dikembangkan menjadi Edu wisata untuk pertanian, misalkan dikembangkan lagi dengan adanya aktivitas wisata mengolah tanah. Saat ini pemerintah fokus pada ketahanan pangan yakni desa tanggap bencana. “Mencermati perkembangan global saat ini adalah cuaca yang ekstrim yang berdampak pada produktivitas pangan,” terangnya.
Sudah ada beberapa negara yang telah mengalami krisis pangan, sehingga program ketahanan pangan melalui desa merupakan isu dunia. Desa harus turut andil meresponS tantangan tersebut. “Rapat kabinet paripurna seminggu yang lalu, kami sedang fokus menghadapi situasi penurunan produktivitas pangan,” bebernya.
Itulah alasan saat ini pemerintah ingin mengembangkan wisata alam. Dengan melihat potensi Bojonegoro menjadi penghasil padi terbesar. Tentu wisata edukasi pertanian menjadi hal yang penting. “Makanya saat ini ada DD yang dialokasikan 20 persen untuk ketahanan pangan dan hewani,” tutupnya. (*/msu)