31.2 C
Bojonegoro
Wednesday, June 7, 2023

Pesona Kerajinan Kayu Jati Batokan Sudah Turun-Temurun (1)

Memberdayakan Ibu-Ibu, Usai Memasak, Memoles Kayu

- Advertisement -

Desa Batokan, Kecamatan Kasiman, seakan menjadi museum kerajinan kayu jati. Aneka suvenir dan perkakas rumah tangga dibuat oleh warga berada di aliran Bengawan Solo ini. Hasil suvenirnya ciamik. Mampu menandangi pabrikan.

LUKMAN HAKIM,Radar Bojonegoro

 

SUARA amplas bergesekan dengan olahan kayu jati terdengar ritmis. Terlihat jari-jemari para perempuan terlihat telaten menghaluskan kayu. Ada juga yang memplitur dan membuat pola produk kerajinan dari kayu jati.

 

- Advertisement -

Itulah fenonema ketika siang di Desa Batokan, Kecamatan Kasiman. Para pekerja disebut sebagai pemborong (buruh) melakukan rutinitas menghaluskan kerajinan kayu jati. Uniknya rerata buruh adalah ibu rumah tangga (IRT). Sudah turun temurun hingga saat ini.

 

Ibu-ibu ini pekerja lepas. Hanya memoles olahan kerajinan kayu jati yang diperoleh dari produsen atau showroom kayu jati. Sehingga digarap di rumah-rumah warga. Sambilan saat perempuan menjadi ibu rumah tangga (IRT).

 

Salah satunya Pasriah, nenek berusia 77 tahun masih tekun memproses produk olahan kayu jati. Dari tangan nenek ini, hasil produksi kerajinan kayu jati dipoles sebelum dipasarkan dan dilakukan finishing.

 

“Dari penjual dikirimkan ke sini (rumah). Kemudian saya kembalikan lagi ke pemiliknya,” ujar  Pasriah ditemui di rumahnya 1 April 2022 lalu.

 

Pasriah sudah puluhan tahun menjadi pemoles kerajinan kayu jati. Sudah sejak 1960-an terlibat pengolahan produk kayu jati. Hingga mempunyai cucu, Pasriah masih setia memoles kayu jati untuk menambah pemasukan keluarga. “Dari dulu memang seperti ini. Masih manual belum ada yang berubah,” tutur nenek memiliki 10 anak tersebut.

 

Kerajinan kayu jati menghidupi keluarganya. Meski hanya sebagai buruh, Pasriah mengaku bersyukur karena kayu jati menjadi bagian penyambung hidup. Dirinya tidak sendirian, dua anaknya turut membantu memoles olahan kayu jati.

 

Sebagai buruh lepas, Pasriah tidak membutuhkan modal. Hanya butuh kesiapan tenaga. Dia hanya difokuskan memoles olahan kayu berupa nampan. Mulai menghaluskan dan memplitur nampan. Satu biji nampan, mendapat bayaran Rp 5.000. Sedangkan satu setnya Rp 10.000. Tiap hari Pasriah dan anaknya bisa mendapatkan tujuh set produk kerajinan.

 

“Dari dulu saya di sini terus membuat nampan sampai sekarang,” jelasnya.

 

Pasriah masih setia sebagai pemoles kerajinan kayu jati. Ia masih ingat saat dirinya menikah sekitar 1960-an, banyak ibu rumah tangga (IRT) menjadi buruh kerajinan produk kayu jati. Memanfaatkan waktu luang membantu perekonomian keluarga. “Banyak dari ibu-ibu bekerja sampingan dari setoran kayu jati,” jelasnya.

 

Hal senada diungkapkan Yulianti. Ibu perajin kayu jati tak jauh dari rumah Pasriah menjelaskan, untuk mengisi waktu luang di rumah, di pinggirnya sudah tersedia gerinda dan amplas untuk mengahaluskan kayu dan cairan spirtus.

 

“Kalau siang aktivitasnya seperti ini, nanti disetor dapat uang. Menambah pemasukan,” jelasnya.

 

Yulianti mengatakan, biasanya pemilik toko atau produsen menyediakan produk setengah jadi untuk diolah oleh buruh. Selain itu ada juga membeli kayu dari pengepul di proses dari awal hingga jadi kemudian dijual kepada produsen.

 

“Untuk persedianya kayu tiap tahunnya tetap lancar tidak ada kendala. Mungkin harganya semakin mahal, tapi harga produknya tetap sama,” ujarnya sambil tertawa. (*/rij)

Desa Batokan, Kecamatan Kasiman, seakan menjadi museum kerajinan kayu jati. Aneka suvenir dan perkakas rumah tangga dibuat oleh warga berada di aliran Bengawan Solo ini. Hasil suvenirnya ciamik. Mampu menandangi pabrikan.

LUKMAN HAKIM,Radar Bojonegoro

 

SUARA amplas bergesekan dengan olahan kayu jati terdengar ritmis. Terlihat jari-jemari para perempuan terlihat telaten menghaluskan kayu. Ada juga yang memplitur dan membuat pola produk kerajinan dari kayu jati.

 

- Advertisement -

Itulah fenonema ketika siang di Desa Batokan, Kecamatan Kasiman. Para pekerja disebut sebagai pemborong (buruh) melakukan rutinitas menghaluskan kerajinan kayu jati. Uniknya rerata buruh adalah ibu rumah tangga (IRT). Sudah turun temurun hingga saat ini.

 

Ibu-ibu ini pekerja lepas. Hanya memoles olahan kerajinan kayu jati yang diperoleh dari produsen atau showroom kayu jati. Sehingga digarap di rumah-rumah warga. Sambilan saat perempuan menjadi ibu rumah tangga (IRT).

 

Salah satunya Pasriah, nenek berusia 77 tahun masih tekun memproses produk olahan kayu jati. Dari tangan nenek ini, hasil produksi kerajinan kayu jati dipoles sebelum dipasarkan dan dilakukan finishing.

 

“Dari penjual dikirimkan ke sini (rumah). Kemudian saya kembalikan lagi ke pemiliknya,” ujar  Pasriah ditemui di rumahnya 1 April 2022 lalu.

 

Pasriah sudah puluhan tahun menjadi pemoles kerajinan kayu jati. Sudah sejak 1960-an terlibat pengolahan produk kayu jati. Hingga mempunyai cucu, Pasriah masih setia memoles kayu jati untuk menambah pemasukan keluarga. “Dari dulu memang seperti ini. Masih manual belum ada yang berubah,” tutur nenek memiliki 10 anak tersebut.

 

Kerajinan kayu jati menghidupi keluarganya. Meski hanya sebagai buruh, Pasriah mengaku bersyukur karena kayu jati menjadi bagian penyambung hidup. Dirinya tidak sendirian, dua anaknya turut membantu memoles olahan kayu jati.

 

Sebagai buruh lepas, Pasriah tidak membutuhkan modal. Hanya butuh kesiapan tenaga. Dia hanya difokuskan memoles olahan kayu berupa nampan. Mulai menghaluskan dan memplitur nampan. Satu biji nampan, mendapat bayaran Rp 5.000. Sedangkan satu setnya Rp 10.000. Tiap hari Pasriah dan anaknya bisa mendapatkan tujuh set produk kerajinan.

 

“Dari dulu saya di sini terus membuat nampan sampai sekarang,” jelasnya.

 

Pasriah masih setia sebagai pemoles kerajinan kayu jati. Ia masih ingat saat dirinya menikah sekitar 1960-an, banyak ibu rumah tangga (IRT) menjadi buruh kerajinan produk kayu jati. Memanfaatkan waktu luang membantu perekonomian keluarga. “Banyak dari ibu-ibu bekerja sampingan dari setoran kayu jati,” jelasnya.

 

Hal senada diungkapkan Yulianti. Ibu perajin kayu jati tak jauh dari rumah Pasriah menjelaskan, untuk mengisi waktu luang di rumah, di pinggirnya sudah tersedia gerinda dan amplas untuk mengahaluskan kayu dan cairan spirtus.

 

“Kalau siang aktivitasnya seperti ini, nanti disetor dapat uang. Menambah pemasukan,” jelasnya.

 

Yulianti mengatakan, biasanya pemilik toko atau produsen menyediakan produk setengah jadi untuk diolah oleh buruh. Selain itu ada juga membeli kayu dari pengepul di proses dari awal hingga jadi kemudian dijual kepada produsen.

 

“Untuk persedianya kayu tiap tahunnya tetap lancar tidak ada kendala. Mungkin harganya semakin mahal, tapi harga produknya tetap sama,” ujarnya sambil tertawa. (*/rij)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/