Perjalanan menjadi penghulu pernikahan menggerakan Mochammad Thohir menulis buku. Kepenulisan berbasis penelitian, tentu butuh waktu satu tahun.
LUKMAN HAKIM, Blora, Radar Bojonegoro
MASYARAKAT Samin menjadi khazanah kebudayaan antropologi Kabupaten Blora. Banyak literasi tentang masyarakat Samin, terutama kepenulisan kultur budaya dan pendidikan suku Samin. Namun, Mochammad Thohir menulis dari sisi kultur pernikahan suku samin yang khas.
Lelaki kelahiran 1969 tersebut mempunyai keinginan untuk mengenalkan kultur pernikahan masyarakat Samin yang masih murni. Dalam kepenulisan bukunya, Thohir sapaan akrabnya mengambil sampel masyarakat Samin di Dusun Mbelik, Desa Temurejo, Kecamatan Blora.
“Sampel kepenulisan saya fokuskan ke sana, alasannya karena masih murni mengajarkan Samin,” jelasnya kemarin sore (9/3).
Bahkan, ketika tulisan mengenai pernikahan masyarakat Samin dikonsultasikan ke Soesilo Toer (Mbah Soes, adik kandung Pramoedya Ananta Toer) tidak mengetahui jika di Kecamatan Blora masih ada masyarakat Samin. “Mbah Soes juga kaget saat tulisan tentang pernikahan Suku Samin saya ambil sampelnya dari Dusun Mbelik. Kok masih ada ya di sekitar kota,” ujar Thohir menirukan ucapan Mbah Soes.
Thohir sosok penghulu di Kecamatan Kunduran. Buku pertamanya membahas pernikahan masyarakat Samin berjudul Sistem, Identitas, Harmoni dan Konversi Perkawinan Samin. Dalam narasi tulisannya, ia menceritakan dengan detail prosesi pernikahan. “Bahkan saat pelamar turun dari mobil kemudian menuju ke rumah mempelai, saya tuliskan,” ungkapnya.
Dalam bukunya fokus proses pernikahan yakni nakoke, ngelamar, nyuwito, seksenan , brokohan, buwohan, hingga meresmikan atau sadat. Hingga selanjutnya dibawa ke kantor urusan agama (KUA). Â Dengan segala keuinikannya pesta perkawinan disebut adang akeh.
Uniknya, dalam nyuwito atau ngenger, pelamar harus menginap di rumah yang dilamar. Di sini merupakan tahap uji bagi pelamar. “Waktunya tidak ditentukan, kalau sudah cocok, istilahnya uji kejantanan. Layak atau tidak menjadi menantu. Baru melangsungkan proses selanjutnya,” ungkapnya.
Kepenulisan bukunya melalui proses panjang. Sejak 2010 hingga 2015 ia mendapatkan ide. Menurut Thohir, bunga rampai dari pernikahan Samin ada keunikan. Namun, aktualisasinya sekitar sekitar satu tahun. Dalam meneliti dan mengumpulkan data, Thohir sempat dicurigai sebagai mata-mata.
Namun karena kenal dengan kepala desa (kades) akhirnya sampel penelitiannya membolehkan untuk diteliti. “Sebetulnya tidak ada kendala, hanya satu saya sempat dicurigai,” ungkap kakek senang menulis tersebut.
Motivasi dalam menulis karena Thohir merupakan orang lahir dan besar di Blora. Ia ingin generasi selanjutnya mengetahui khazanah lain di pernikahan masyarakat Samin. Proses pernikahan dari menjadi unsur terkuat kepenulisan hingga akhirnya muncul karya keduanya dengan judul Romantika, Praktik, Keabsahan, Karakteristik dan Pengesahan Nikah Siri. (*/rij)