Berada di atas trotoar, meja lapak berdiri. Warsiman dan Ciciatin menyiapkan lapak nasi pecel. Start mulai pukul 23.30 berjualan hingga pukul 02.30. Sebentar tapi jadi jujugan warga tengah malam butuh asupan pengisi perut.
M. LUKMAN HAKIM, Radar Bojonegoro
MALAM menyelimuti perjalanan menuju kampung di tepi Bengawan Solo, yakni Kelurahan Ledok Kulon, Kecamatan Bojonegoro Kota. Kampungnya padat permukiman. Kerlap-kerlip lampu jalan menjadi penunjuk dari pertigaan Gardu Suto menuju barat memasuki kawasan Ledok Kulon.
Warung legendaris tengah malam cukup bergeliat. Ada tiga titik warung sederhana pengisi perut tengah malam. Salah satunya milik pasangan suami istri (pasutri) Ciciatin dan Warsiman. Lapaknya berada di atas trotoar.
Tidak besar, tapi meja bisa menampung menu nasi pecel dengan variasi kulupan. Toples rempeyek dan tempe goreng. Ada satu lagi, yakni lodeh panggang. Di warung kecil nan sederhana tersebut, tersimpan aktivitas kuliner pengisi perut waktu malam.
Pasutri Warsiman dan Ciciatin berjualan sudah hampir 30 tahun. Meneruskan orang tuanya yang dulunya juga membuka warung. Awalnya membuka warung karena kampung Ledok Kulon, ketika malam banyak orang melekan.
Bukan hanya begadang, ternyata kampung di tepi Bengawan Solo ini sentra para pedagang atau jagal daging ayam. Rerata pekerja memulai bekerja tengah malam. Juga, sentra produsen tahu, tentu pekerja memulai tengah malam. Fenomena itu membuat warga kerap mencari makan tengah malam.
Saat Jawa Pos Radar Bojonegoro masuk di warung pada Kamis (26/4) lalu, Ciciatin duduk menanti pelanggan. Saat itu, pukul 00.30 malam. Setelah memesan, Ciciatin mengambil satu per satu amunisi pecelnya. Ada yang berbeda, nenek kelahiran 57 tahun tersebut masih menggunakan ale sebagai bahan untuk nasi pecelnya.
“Ale ini tidak bisa ditinggalkan sebagai pelengkap nasi pecel,” ujar ibu tiga anak tersebut.
Kali pertama berjualan, keduanya sudah mengidentikkan jualannya dengan nasi pecel. Berkembang kuliner lain seperti nasi lodeh ikan panggang. Namun, nasi pecel diburu oleh para penikmat kuliner malam.
Kalau pembaca ingin menemui warung pasutri tersebut buka mulai pukul 23.30. Warung sederhana menghadap ke utara ini berjualan hingga pukul 02.00. Terkadang sampai pukul 03.00. “Bulan puasa ini buka sampai jam 02.00-an. Kalau hari-hari biasa buka sampai 02.30 hingga jam 3 pagi,” ungkapnya.
Suami dari Ciciatin, yakni Warsiman mengaku pelanggan nasi pecel mulai dari masyarakat sekitar, karyawan rumah sakit yang piket malam. Juga, anggota kepolisian usai patroli malam. Meraka rutin pesan nasi ketika malam. Seakan menjadi pelanggan tetap.
Rerata anggota polisi yang datang ketika selesai patroli. Mereka mampir rombongan. Ada yang mengendarai mobil patroli hingga motor trail. Menu disukai lodeh panggang.
Dari pelanggan tetap, keduanya mempunyai keteguhan tetap melayani meski kondisi usai bepergian dan ada acara. Keduanya menyempatkan membuatkan nasi meski dalam jumlah sedikit. “Tidak ingin ada pelanggan datang ke sini kecelik (balik lagi),” tuturnya.
Dalam perjalannya selama berjualan, tentu lika-liku kehidupan perkulineran sudah pernah dirasakan. Termasuk pernah diminta membuat pesanan. Namun, tidak jadi dibeli. Sudah dibuatkan untuk dijual eceran di warung. Namun warung tidak buka. “Namanya juga lika-liku kehidupan, dijalani dengan ikhlas,” tutupnya. (*/rij)